Peneliti Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia (UI) Hurriyah mempertanyakan pola pikir para calon legislatif (caleg) yang selalu mengeluhkan biaya politik tinggi dan politik uang dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) yang dilakukan secara serentak.
"Saya merasa geregetan dengan pola pikir politisi yang mengeluhkan biaya politik tinggi dan politik uang. Seharusnya diidentifikasi kenapa biaya politik tinggi. Apakah itu artinya partai sebagai mesin politik dan kampanye tidak bekerja," ucap Hurriya seusai menghadiri Diskusi Publik di bilangan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Jumat (31/1).
Pemetaan terhadap permasalahan dalam pilkada semestinya disambut dengan solusi yang memperbaiki individunya, bukan menyalahkan sistem pemilu.
Sementara itu menurut Direktur KODE Inisiatif Veri Junaidi, mengatakan, ada beberapa momentum penting di 2020 yang perlu dicermati. Pertama, diselenggarakan rangkaian terakhir pilkada serentak sebelum keserentakan secara nasional 2024. Kedua, konteks pengambilan kebijakan, pemerintahan telah menyiapkan sejumlah rancangan undang-undang dalam program legislasi nasional sepanjang lima tahun.
"Terlihat pemerintah sedang memberikan prioritas untuk penataan regulasi, khususnya dalam bidang ekonomi (33 RUU), sumber daya alam (27 RUU), kesejahteraan sosial (11 RUU), penegakan hukum (5 RUU), dan paket politik (4 RUU). Pilkada Serentak 2020 akan diselenggarakan di 270 daerah, yakni sembilan pemilihan gubernur, 224 pemilihan bupati, dan 37 pemilihan wali kota. Tantangannya, praktik penyelenggaraan pemilu (2019) berkembang sangat pesat bahkan meninggalkan
pengaturan dan praktik pilkada," ucap Veri.