Tak hanya Indonesia, agenda pemberantasan korupsi di dunia alami penjegalan
Pemberantasan korupsi jadi salah satu agenda prioritas Joko Widodo-Jusuf Kalla. Bahkan dalam Nawacita butir keempat, janji sapu bersih praktik korupsi dijamin dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. Hal itu sedianya diejawantahkan dengan memberantas mafia peradilan, menindak tegas korupsi di lingkungan peradilan, korupsi penebangan liar, perikanan dan penambangan liar, serta tindak kejahatan perbankan dan pencucian uang.
Sayangnya, cita-cita luhur mantan Gubernur Jakarta itu tinggal wacana. Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam rilisnya tengah tahun lalu memberi rapor merah pada komitmen Jokowi dalam mendukung agenda pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal itu tampak dari sejumlah sikap Jokowi, dalam berbagai kebijakan dan cara ia merespon kasus korupsi tiga tahun belakangan.
Salah satunya, tampak dari belum optimalnya tim saber pungli yang dibentuk berdasarkan Perpres Nomor 86 Tahun 2016. Menurut catatan ICW, hingga Oktober 2017, dari total 78 kasus pungutan liar di lembaga pemerintah, sekitar 45 kasus belum tertangani.
Berikutnya, belum jelasnya Jokowi mengatur besaran subsidi negara untuk parpol. Kendati Jokowi lewat Kemendagri telah merevisi PP Nomor 5 Tahun 2009 tentang Partai Politik, namun PP ini hanya mengurus soal besaran subsidi negara untuk parpol. PP tersebut tidak membahas soal tata kelola partai secara keseluruhan. Sedangkan kasus korupsi akibat tidak ada transparansi anggaran parpol terus bermunculan.
Usaha setengah hati Jokowi, paling terlihat saat ia merespon sepi pembentukan hak angket KPK, dengan alasan open legal policy. Padahal, di Nawacita pemerintah telah menegaskan larangan intervensi pihak manapun yang ingin melemahkan fungsi KPK.
Pelemahan fungsi KPK juga diakomodir dengan kebijakan SE Setkab dan Inpres 1 tahun 2016 angka (1), (2), (6) dan (8). Kebijakan tersebut dinilai bisa menjadi payung hukum untuk menjustifikasi praktik korupsi para kepala daerah atau pengambil kebijakan. Berikutnya, sikap setengah hati Jokowi juga tampak dari tidak optimalnya penyelesaian kasus korupsi, di mana sebanyak 1.306 kasus tengah ditangani aparat, dengan total kerugian Rp 717 miliar.
Sementara pemerintah mengakomodir pelemahan KPK lewat berbagai regulasi, instansi itu juga digoyang pelemahan dari sejumlah pihak. Juli lalu, mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto pernah berujar, ada sejumlah ancaman yang rentan menghantui KPK. Pertama, tekanan dari oknum penegak hukum yang berniat mengkooptasi pengadilan melalui tangan-tangan tertentu, baik pra peradilan maupun proses pengadilan. Kedua, lembaga anti rasuah ini terancam mengalami serangan balik berupa kekerasan maupun kriminalisasi, dari para pesakitan KPK.
Untuk tindak kekerasan terhadap anggota KPK, kasus Novel Baswedan paling menyedot perhatian. Ia mengalami tindak kekerasan hingga enam kali, di mana aksi terakhir membuatnya terpaksa menjalani operasi mata di RS Singapura.
Aksi kekerasan terhadap pihak yang tak sejalan dengan agenda pemberantasan korupsi bukan hanya terjadi pada KPK. Tahun 1996, wartawan Bernas Yogyakarta dianiaya hingga tewas karena semasa hidupnya dikenal kritis menulis kebijakan di era Orde Baru. Ia juga kerap menulis skandal korupsi termasuk dugaan suap Bupati Bantul saat itu, Sri Roso Sudarmo ke Yayasan Dharmais, milik Suharto, untuk melancarkan pencalonannya sebagai Bupati Bantul di periode selanjutnya. Ia juga menulis tentang penyunatan dana Inpres Desa Tertinggal di Desa Karang Tengah Imogiri, Bantul yang membuat pemerintah setempat kalang kabut karena tulisan Udin.
Pada Maret 2017 lalu, jurnalis asal Deliserdang, Amran Parulian Simanjuntak (36) tewas setelah ditikam sekelompok orang di Jalan Medan–Binjai KM 13,5. Ternyata sebelum tewas, Amran memang cukup getol mengritisi penggunaan anggaran pemerintah di daerah di Deliserdang, termasuk indikasi korupsi di instansi terkait.
Di dunia, usaha penjegalan agenda pemberantasan korupsi lewat kriminalisasi dan tindak kekerasan juga kerap terjadi. Di Malta, Oktober 2017, jurnalis investigatif perempuan Daphne Caruana Galizia (53), tewas usai ledakan besar yang menghancurkan mobilnya. Sosok Galizia sering disorot situs politik Politico sebagai salah satu dari 28 orang yang memberi dampak besar di Eropa pada 2017, karena keberhasilannya membongkar kasus korupsi di Malta, terkait Panama Papers. Auditor Malta Jonathan Ferris dipecat dan diancam dibunuh karena keterlibatannya mengusut pembunuhan Galizia.
Sebelas dua belas dengan Galizia, jurnalis investigatif asal Yaman, Mohammaf Al Absi juga tewas diracun, saat tengah menyelidiki kasus korupsi yang dilakukan perusahaan minyak Houthis & Saleh. Perusahaan minyak tersebut dikenal sering beroperasi di pasar gelap. Al Absi termasuk jurnalis yang rutin mengangkat isu korupsi di industri energi dan kesepakatan perdagangan senjata.
Amerika Selatan jadi negara yang paling banyak diwarnai aksi kekerasan berujung pada percobaan pembunuhan terhadap pegiat antikorupsi. Di Brasil, jurnalis Mario Randolfo Marques tewas didor pada 2012 setelah sebelumnya juga ditembak lima kali dan sempat koma. Masih di Brasil, insiden pembunuhan juga dialami hakim agung Teori Zavascki. Semasa hidupnya, pria itu berjibaku dalam pengawasan penyelidikan mega korupsi di Amerika Latin, yang menyeret perusahaan minyak Petrobas. Zavascki tewas dalam kecelakaan pesawat misterius di luar kota Paraty, sebelah barat Rio de Janeiro.
Masih di Amerika Selatan, tepatnya di Bogota, jurnalis Kolombia, Guillermo Cano Isaza, dibunuh terkait pemberitaannya mengenai kartel narkoba. Guillermo ditembak di depan kantornya pada 17 Desember 1986. Nama Guillermo akhirnya dijadikan jenis penghargaan untuk insan pers yang berprestasi karena keberaniannya dalam mengungkap fakta.
Setahun kemudian, di Sydenham, London Timur Laut, Inggris pada Maret 1987, detektif swasta Daniel Morgan tewas dengan luka bacok. Tewasnya Morgan menghebohkan publik, mengingat ia saat itu tengah dalam upaya mengekspos skandal korupsi kartel narkoba dan perampokan yang dilakukan aparat kepolisian Inggris. Kasus Morgan hingga kini masih gelap.
Di Rusia, kasus kekerasan dan ancaman pembunuhan juga dialami pengacara Sergei L Magnitsky, Nikolai Gorokhov. Ia jatuh dan terluka serius akibat didorong dari lantai empat apartemennya. Gorokhov sendiri merupakan pengacara yang mengawal pembunuhan kliennya tersebut. Si klien dibunuh usai membongkar kasus korupsi pajak Rusia pada 2009.
Masih di Rusia, jurnalis Anna Politkovskaya tewas terbunuh pada Oktober 2016 bersamaan dengan ulang tahun Vladimir Putin. Anna dikenal sebagai jurnalis yang rajin membuat laporan skandal korupsi dan pelanggaran HAM di Rusia. Mayatnya ditemukan dengan kondisi kepala, pundak, dan dada terkena timah panas.
Sejumlah jurnalis juga dibunuh di Rusia seperti Yury Shchekochikhin, dari Koran Novaya gazeta dibunuh karena tengah terlibat dalam investigasi yang menyeret elit agen keamanan Rusia atau Federal Security Service (FSB). Lalu jurnalis Koran Corruption and Criminality Vyacheslav Yaroshenko dibunuh pada Juni 2009. Setahun kemudian, jurnalis Maxim Zuyev dibunuh lantaran pemberitaannya tentang korupsi kepolisian Rusia.
Di India, terdapat 27 kasus pembunuhan jurnalis terkait aksi mereka mengungkap kebobrokan pemerintah dalam skandal korupsi, sejak 1992. Jurnalis Jagendra Singh tewas dibakar oleh oknum polisi pada Juni 2015. Akshay Singh sedang meliput kasus yang terkait dengan skandal korupsi sebesar US$ 1 juta, ketika ia meninggal secara tak disangka-sangka pada Juli 2015. Umesh Rajput juga terbunuh saat mengungkap keterlibatan anak politisi India dalam kasus judi ilegal.
Menurut laporan Reporters Without Borders (RSF) yang diterbitkan April 2016, India memang menjadi negara yang paling mematikan di Asia, di atas Pakistan and Afghanistan dalam hal kebebasan pers. Data Konsultan Keamanan Freeland International menyebutkan jumlah jurnalis yang mati terbunuh sejak tahun 2006 sebanyak 700 orang dari berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia dan Bali. Dari jumlah tersebut, 35% adalah mereka yang meliput kasus kejahatan dan korupsi, dan 95% adalah jurnalis yang bertugas di daerah.
Kasus penjegalan terhadap agenda pemberantasan korupsi di berbagai dunia jadi indikasi penting, masing-masing negara belum optimal melindungi warganya. Khususnya di Indonesia, saat agenda ini digadang-gadang jadi program utama pemerintah, namun kasus kekerasan dan pembunuhan terhadap pegiat anti korupsi justru meningkat dalam tiga tahun terakhir.