close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Laksamana Yudo Margono, calong Panglima TNI pilihan Presiden Jokowi untuk menggantikan Jenderal Andika Perkasa. Dokumentasi TNI AL
icon caption
Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Laksamana Yudo Margono, calong Panglima TNI pilihan Presiden Jokowi untuk menggantikan Jenderal Andika Perkasa. Dokumentasi TNI AL
Politik
Rabu, 30 November 2022 12:03

Ketua Komisi I dukung penunjukan Yudo Margono sebagai Panglima TNI

Yudo Margono dipandang sebagai sosok yang cemerlang untuk menjabat Panglima TNI.
swipe

Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid, mendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal penunjukan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Laksamana Yudo Margono, sebagai calon tunggal Panglima TNI untuk menggantikan Jenderal Andika Perkasa. Menurutnya, Yudo merupukan sosok cemerlang.

"Beliau sudah bermitra dengan Komisi I cukup lama. Dan saya sudah mengenal beliau sudah mengenal sejak Pangkogabwilhan, dan track recordnya cukup cemerlang," ujar Meutya kepada wartawan, Rabu (30/11).

Meutya tidak berkomentar banyak mengenai sosok Yudo, sebab hal itu bisa didalami saat ujia kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi I DPR. Kendati demikian, politikus Golkar ini mengatakan, sudah saatnya pucuk pimpinan TNI diberikan kepada Angkatan Laut.

"Yang jelas, saya cukup memahami dan ikut senang karena kemudian Angkatan Laut diberi masanya untuk memimpin Panglima TNI," kata Meutya.

Yudo Margono memiliki peluang besar menjadi Panglima TNI setelah namanya diserahkan Presiden Jokowi ke DPR pekan ini. Yudo menyisihkan dua kandidat lainnya, yakni Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman dan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo.

Menurut Jokowi, salah satu alasan pengajuan Yudo sebagai calon tunggal Panglima TNI adalah rotasi matra. Sebab, dua periode sebelumnya posisi Panglima TNI dijabat Angkatan Darat dan Angkatan Udara.

"Satu, yang kami ajukan satu (calon), KSAL yang sekarang karena memang rotasi matra," ujar Jokowi, Selasa (29/11).

Jokowi juga mempertimbangkan penunjukan Yudo dari sisi kinerja, nasionalisme, rasa cinta Tanah Air, dan sebagainya. Yudo dipandang sudah memenuhi syarat yang ada tersebut.

Di sisi lain, Analis komunikasi politik, dan militer dari Universitas Nasiona (Unas) Selamat Ginting mengatakan, Jenderal Dudung dan Marsekal Fadjar Prasetyo masih berpeluang menjadi calon Panglima TNI menggantikan Yudo Margono. Hal itu bisa dilakukan apabila revisi Undang-Undang TNI tentang perpanjangan usia pensiun perwira TNI dari 58 menjadi 60 tahun, dapat dilakukan secepatnya seperti perintah Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurutnya, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI masuk dalam program prioritas lesgislasi nasional hingga 2024 mendatang. Sehingga jika dapat dilakukan revisi pada pertengahan 2023 mendatang, maka Yudo dan Dudung, serta Fadjar berpeluang pensiun hingga usia 60 tahun.

Dengan begitu, lanjut Ginting, otomatis Jenderal Dudung dan Marsekal Fadjar juga masih punya peluang untuk menjadi Panglima TNI berikutnya. Misalnya, Yudo diganti di tengah jalan pada 2023 atau sebelum berusia 60 tahun pada 2024. Di sinilah peluang Dudung maupun Fadjar untuk bisa menggantikan Yudo.

"Tentu saja jika melihat adanya instabilitas politik di tengah pusaran pertarungan politik dan memanasnya situasi politik menjelang pelaksanaan pemilu. Kondisi ini memungkinkan terjadinya pergantian elite TNI sesuai hak prerogratif Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas TNI," kata Selamat kepada Alinea.id di Jakarta, Rabu (30/11.

Ginting mengacu pada keputusan MK pada akhir Maret 2022 lalu yang menilai usia pensiun merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) pembentuk undang-undang dalam hal ini pemerintah dan DPR. Pembentuk undang-undang sewaktu-waktu dapat mengubahnya sesuai dengan tuntutan kebutuhan perkembangan yang ada. Tentu saja sesuai dengan jenis serta spesifikasi dan kualifikasi jabatan tersebut atau dapat pula melalui upaya legislative review.

"Kualifikasi jabatan misalnya khusus bagi perwira tinggi bintang empat atau kepala staf angkatan dan panglima TNI dapat pensiun hingga usia 60 tahun. Dalam perspektif ini, MK memerintahkan DPR untuk segera merevisi UU TNI terkait usia pensiun itu," ungkap Ginting yang selama 30 tahun menjadi wartawan bidang politik pertahanan keamanan negara.

Untuk memberikan kepastian hukum, lanjutnya, MK memerintahkan pembentuk undang-undang harus melaksanakan perubahan UU 34/2004, dengan memprioritaskan pembahasannya dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Dari kalimat tersebut, menurut Ginting, kemungkinan pada pertengahan 2023 sudah bisa dilakukan perubahan Pasal Pasal 53 dan Pasal 71 huruf a Undang-Undang TNI yang berbunyi: Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 tahun bagi perwira dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama.

Apalagi, lanjutnya, MK menyebut peran yang dilakukan TNI dan Polri memiliki kedudukan kelembagaan yang setara dan strategis serta merupakan kekuatan utama sistem pertahanan keamanan rakyat semesta sebagaimana tercantum dalam Pasal 30 ayat (2) UUD 1945.

"Sehingga wajar sesuai dengan konstitusi, maka usia pensiun TNI akan disamakan dengan Polri, khusus untuk perwira yang memiliki keahlian khusus. MIsalnya untuk TNI dikhususnya untuk jabatan kepala staf angkatan dan panglima TNI bisa pensiun hingga 60 tahun," tuturnya.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan