Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengapresiasi angka keterwakilan perempuan di parlemen yang cenderung meningkat setiap pemilihan umum. Meskipun tidak terlalu signifikan, sejatinya hasil ini menjadi langkah awal eksistensi perempuan dalam parlemen.
Menurut Peniliti Perludem Fadli Ramadhanil, keterwakilan perempuan merupakan ikhtiar yang tidak boleh putus. Hal ini diperlukan guna merealisasikan suara-suara perempuan lebih dekat.
Kendati demikian, Fadli melihat masih ada yang perlu dievaluasi. Menurut Fadli, pada praktinya, keterwakilan perempuan di parlemen hanya upaya untuk memenuhi kuota 30%.
"Harusnya kita lebih jauh lagi mendorong eksistensi atau keterwakilan perempuan bukan hanya sekadar proses pencalonan," ujar Fadli di Jakarta, Minggu (8/9).
Perludem, kata Fadli, mendorong agar keterwakilan perempuan bukan hanya sebatas pencalonan, melainkan juga untuk menduduki pimpinan atau alat kelengkapan di parlemen.
Hal tersebut sebagaimana yang tekah diamanatkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi 82/PUU-XII/2014. Berdasarkan regulasi tersebut, keterwakilan perempuan di dalam pimpinan alat kelengkapan dewan adalah sesuatu yang mesti diwujudkan.
"Ini perlu juga diperhatikan oleh perempuan atau seluruh anggota legislatif terpilih secara serius. Dalam bingkai afirmasi yang sudah dilaksanakan dalam politik Indonesia l, terdapat sebuah tafsir konstitusional dari MK untuk mendorong kepemimpinan perempuan dari alat kelengkapan dewan," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (KoDe Inisiatif) Veri Junaidi menerangkan, seharusnya nilai atau presentasi keterwakilan perempuan dalam parlemen bisa lebih tinggi daripada hasil yang ada sekarang. Veri menekankan, seharusnya perempuan dapat lebih optimal mengawal keterwakikan perempuan tidak hanya sebatas proses.
Menurut Veri, nyatanya masih banyak hambatan keterwakilan perempuan dalam parlemen lantaran kecurangan-kecurangan dalam proses kontestasi. Oleh sebab itu, kelompok yang peduli atas keterwakilan perempuan seharusnya dapat lebih mengoptimalkan strategi pengawalan.
"Berdasarkan riset Kode Inisiatif, kami menilai, kalau kita baca putusan di MK dalam konteks sengketa Pileg, itu banyak juga caleg permpuan yang maju sengketa. Dan jumlahmya juga meningkat dibanding periode yang sebelumnya," ujar Veri.
Perlu diketahui, angka keterwakilan perempuan di Pemilu 2019 meningkat dan tertinggi daripada empat pemilu sebelumnya. Terdapat 118 atau 20,5% dari 575 kursi DPR akan diduduki oleh perempuan.
Namun demikian, jika dibandingkan dengan pemilu sebelumnya jumlah kenaikan angka keterwakilan ini tidak cukup signifikan. Semuanya hanya bertambah 21 kursi dari Pemilu 2014, yaitu 97 anggota DPR perempuan.
Sementara itu, angka keterwakilan perempuan di DPD adalah sebesar 30,9% atau sebanyak 42 anggoya DPD perempuan. Dari 34 Provinsi delapan Provinsi yang tidak terdapat calon anghota DPD terpilih. Kedelapan provinsi tersebut seperti Aceh, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Papua Barat.