Kajian komprehensif dibalik keputusan penarikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu dari daftar Prolegnas (Program Legislasi Nasional) Prioritas 2021 dipertanyakan.
Menurut Peneliti dari perkumpulan pemilu dan demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, keputusan menarik RUU pemilu dari Prolegnas Prioritas 2021 berarti mempertahankan format keserentakan lima kotak suara, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 tahun 2017.
"Nah, pertanyaannya mana kajian dari para pembentuk UU (pemerintah dan DPR) yang memilih dan mempertahankan pemilu lima kotak. Ini situasi hukum baru yang betul-betul perlu dipertimbangkan untuk melihat sejauh mana konstitusionalitas format keserentakan lima kotak suara ini," ucapnya dalam diskusi virtual, Minggu (14/3)
Pasca Pilpres 2019, pengaturan format keserentakan pemilu kembali ke titik nol. Pra kondisi ini harus digunakan untuk memilih format keserentakan pemilu merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55 tahun 2019, ketika dibaca secara utuh menginginkan adanya evaluasi pada sistem penyelenggaraan pemilu serentak.
Putusan MK ini perlu menjadi pertimbangan dalam penentuan format keserentakan pemilu 2024. Sebab, ada enam varian model format keserentakan pemilu.
Jadi, format keserentakan pemilu lima kotak suara bukanlah satu-satunya pilihan. Di sisi lain, putusan MK tersebut menuntut pelibatan partisipasi publik secara luas dalam pembahasan format keserentakan pemilu.
Juga perlu adanya kajian komprehensif untuk menghitung implikasi teknis dari pilihan format keserentakan pemilu. "Format keserentakan pemilu yang dipilih harus tidak membebani penyelenggara dan peserta," tutur Fadli.
Sementara itu, peneliti dari Kode Inisiatif, Viola Reininda mendesak, penyelenggara mengungkapkan kapasitas sumber daya manusia jelang pemilu 2024 nanti. Berkaca dari pengalaman Pilpres 2019, Pemilu 2024 bakal berat di bidang pengawasan dan penegakan hukum.
"Yang perlu diingat penyelenggara jangan sampai memaksakan diri. Evaluasi Pilpres 2029 dan Pilkada 2020 akan menjadi catatan penting untuk mengantisipasi persoalan yang muncul pada tahun 2024 nanti," ucapnya.
Sebelumnya (9/3), Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly menyatakan, pemerintah sepakat dengan Komisi II DPR yang mengeluarkan RUU Pemilu dari daftar Prolegnas Prioritas 2021.