Masa jabatan anggota DPR yang tanpa batas digugat oleh politikus Partai Pesatuan Pembangunan (PPP), Zainul Arifin. Lewat kuasa hukumnya, Zainul resmi telah mendaftarkan gugatan soal periode jabatan anggota legislatif yang tidak terbatas ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (23/10).
Pemohon meminta MK untuk membuat norma baru agar seseorang dapat menjadi anggota legislatif di tingkat yang sama maksimal dua periode atau disamakan dengan lembaga eksekutif eksekutif. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), tidak mengatur secara gamblang mengenai hal tersebut.
“Tidak ada pembatasan ini menyebabkan dua hal bagi klien kami pertama, macetnya sirkulasi demokrasi yang terjadi di Indonesia. Yang kedua, akses bagi pendatang baru semakin sulit untuk menaklukan petahana,” kata Abdul Hakim, kuasa hukum Zainul, kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta Pusat, usai mendaftarkan gugatan.
Parlemen biasanya dikuasai petahana. Contohnya, Gedung DPR RI. Saat ini, ada petahana yang sudah puluhan tahun jadi legislator. Muhidin Mohamad Said, anggota DPR dari fraksi Golkar, misalnya, sudah berkantor di Senayan sejak 1992. Ia maju menjadi anggota MPR dari jalur independen selama tiga periode (1992-2004) sebelum bergabung dengan Golkar.
Sama-sama dari Golkar, Agun Gunandjar Sudarsa sudah berkantor sejak 1997. Ada juga Guruh Soekarnoputra yang menjadi anggota DPR dari fraksi PDI-P) sejak 1992 hingga 2024 atau selama 30 tahun. Bambang Soesatyo, Puan Maharani, Hidayat Nur Wahid sudah jadi anggota DPR lebih dari dua periode.
Analis ilmu politik dari Universitas Jember Muhammad Iqbal mengatakan uji materi pembatasan masa jabatan MPR, DPR, DPRD dan DPD ke MK patut diapresiasi. Menurut Iqbal, masa jabatan anggota legislatif sudah selayaknya dibatasi untuk mencegah terjadinya praktik eksesif korupsi politik dan memberi ruang bagi regenerasi legislator.
"Selain itu, politik ketatanegaraan di Indonesia sudah menerapkan pembatasan masa jabatan eksekutif, hakim MK, dan Komisi Yudisial. Kendati hakim MA tidak dibatasi masa jabatannya, hanya berdasarkan batas usia 70 tahun, namun sejatinya juga harus dibatasi dua periode masa jabatan," kata Iqbal kepada Alinea.id, Jumat (25/10).
Iqbal berkaca pada pembatasan periode masa jabatan di rumpun lembaga eksekutif. Pembatasan disepakati demi mencegah korupsi politik atau bahkan tirani kekuasaan. "Celah dan lubang politik transaksional yang kolutif dan koruptif bisa sangat eksesif terjadi (jika masa jabatan tak dibatasi)," imbuhnya.
Menurut Iqbal, pembatasan masa jabaan anggota legislatif juga bisa memberi dampak positif bagi partai politik. Pembatasan itu bisa mendorong pola regenerasi kader menjadi lebih inklusif dan kompetitif di internal parpol.
"Termasuk mengikis stagnasi kualitas demokrasi di tubuh partai politik. Fungsi parlemen bisa lebih banyak ciptakan harapan baru bila ada pembatasan masa jabatan anggota dewan. Maka, sangat rasional ikhtiar uji materi pembatasan masa jabatan anggota dewan itu diajukan," kata Iqbal.
Analis politik dari Universitas Diponegoro, Faiz Kasyfilham sepakat masa jabatan anggota DPR semestinya dibatasi. Ia meyakini pembatasan masa jabatan anggota DPR bisa memunculkan sosok-sosok baru yang tidak terikat oleh kepentingan patron atau oligarki politik.
"Pembatasan masa jabatan ini juga membuka kesempatan penyegaran aktor, ide, serta membuka ruang yang lebih adil bagi calon-calon representasi rakyat," kata Faiz kepada Alinea.id, Jumat(25/10).
Faiz berpandangan ikhtiar membatasi masa periode anggota legislatif juga perlu diiringi dengan upaya merawat keterwakilan kepentingan publik. Meski aktornya berubah, aspirasi masyarakat di daerah pemilihan dapil tetap dilanjutkan oleh wajah-wajah baru.
"Jika kondisi ini berlanjut, ditakutkan lembaga legislatif justru terputus dari rakyat yang seharusnya mereka representasikan kepentingannya. Lembaga ini pada akhirnya hanya menjadi tempat bancakan para elit politik dan ekonomi yang secara kapital diuntungkan untuk mengakses kekuasaan," ucap Faiz.
.
Namun demikian, Faiz berpendapat bila pembatasan periode masa jabatan anggota legislatif belum tentu berdampak positif pada kualitas dan kinerja anggota legislatif. Pasalnya, jaminan mutu anggota legislatif sangat bergantung pada kualitas kaderisasi di parpol.
"Faktanya, kaderisasi di parpol semakin pragmatis, biaya politik yang semakin mahal, depolitisasi rakyat, patronase politik, dan sebagainya masih potensial berlanjut meskipun periode jabatan anggota DPR dan DPRD itu nantinya dibatasi," kata Faiz.