close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pengamat menilai Presiden Jokowi tidak akan dimakzulkan karena mengeluarkan Perppu./Antara Foto
icon caption
Pengamat menilai Presiden Jokowi tidak akan dimakzulkan karena mengeluarkan Perppu./Antara Foto
Politik
Kamis, 03 Oktober 2019 11:35

Presiden Jokowi tak akan dimakzulkan bila keluarkan Perppu KPK

Syarat kegentingan yang memaksa untuk menerbitkan Perppu adalah aksi protes penolakan RUU KPK yang menelan korban jiwa.
swipe

Klaim Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh bahwa Presiden Joko Widodo dapat dimakzulkan apabila mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai keliru. Jokowi tidak akan dimakzulkan apabila menempuh langkah tersebut. 

Hal itu dikatakan pengamat hukum pidana dari Univeristas Trisakti Abdul Fickar Hadjar. Fickar menegaskan, tak ada diksi dalam konstitusi yang menyatakan penerbitan Perppu menjadi alasan pemakzulan.

"Coba baca dan pahami Pasal 7A UUD '45, agar tidak keliru paham. Justru revisi UU KPK adalah pelemahan yang disalahpahami seolah-olah penguatan, justru Perppu akan menguatkan pemberantasan korupsi. Perppu bukanlah kejahatan, bukan pula pelanggaran hukum," kata Fickar kepada Alinea.id di Jakarta, Kamis (3/10).

Salah satu pertimbangan petinggi parpol kepada Jokowi agar tak mengeluarkan Perppu ialah alasan kegentingan yang memaksa. Kegentingan memaksa diatur dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Menurut Fickar, syarat kegentingan yang memaksa untuk menerbitkan Perppu sudah jelas. Syaratnya adalah jatuhnya korban jiwa dalam gelombang demo menolak UU KPK hasil revisi selama ini.

"Kita tidak pernah menemukan kegentingan yang seluar biasa ini. Kegentingan memaksa untuk menerbitkan Perppu sudah sangat banyak. Selain telah jatuh korban jiwa dari kalangan mahasiwa yang berunjuk rasa, juga substansi  revisi UU KPK itu akan melemahkan lembaga antikorupsi itu," jelas dia.

Selain adanya alasan kegentingan, bagi Fickar, mengeluarkan Perppu adalah langkah paling efektif untuk membatalkan UU KPK. Fickar sendiri kurang setuju dengan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) yang sedang berlangsung saat ini.

"Langkah ini (judicial review) kurang tepat karena MK sendiri pernah mengatakan bahwa UU yang buruk itu belum tentu bertentangan dengan konstitusi. Kita menganggap UU KPK ini buruk, tapi belum tentu bertentangan dengan konstitusi.

"Jadi tetap Perppu adalah pilihan terbaik," ungkap dia.

Fickar memandang adanya kepentingan di balik penolakan parpol koalisi meminta Jokowi tak megeluarkan Perppu.

"Justru patut diwaspadai ketidak-setujuan akan Perppu didasari oleh kepentingan pragmatis oligarki yang sangat potensial merugikan kepentingan rakyat," pungkasnya.

Diketahui, UU KPK ditolak banyak kalangan, bahkan saat masih dibahas oleh DPR. Mereka menilai revisi UU KPK dilakukan untuk melemahkan komisi antikorupsi.

Dua hari setelah UU disahkan, ratusan mahasiswa dari sejumlah universitas menggelar unjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR menolak revisi UU KPK dan pengesahan Revisi KUHP. Aksi serupa terjadi di beberapa kota di Indonesia.

Imbasnya, dua mahasiswa dari Universitas Halu Oleo, Himawan Randy (21) dan Muh Yusuf Kardawi (19) dilaporkan tewas usai aksi demonstrasi mahasiswa di Kendari, Sulawesi Tenggara. Randy meninggal usai terlibat bentrok antara mahasiswa dengan polisi di Gedung DPRD Sultra.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) mencatat setidaknya 50 mahasiswa ditangkap polisi dalam aksi unjuk rasa di Gedung DPR/MPR. Sementara data Kepolisiaan menyebutkan sebanyak 254 orang mengalami luka-luka dalam kerusuhan demo di DPR pada Selasa (24/9). Sebagian besar disebut dirawat jalan dan 11 orang dirawat inap di sejumlah rumah sakit di Jakarta.
 

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Mona Tobing
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan