Gestur hingga oral Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam berbagai kesempatan menandakan dukungannya kepada beberapa figur yang akan diusungnya pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Namun, tidak ada satu pun yang mengarah kepada eks Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Hal ini dibenarkan peneliti senior Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic), Yuri Ardiana. "Apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, baik dari berbagai statement, gesture politik, dan beberapa 'isyarat', terlihat demikian."
Menurutnya, hal tersebut akan berdampak buruk secara sosiologis. Pangkalnya, merawat perpecahan yang terjadi di masyarakat akibat Pemilu 2014 dan 2019.
"Oleh karena itu, alangkah lebih baik saat ini pada Pemilu 2024 mendatang, Presiden Jokowi bersikap netral, menjadi 'orang tua', menjadi negarawan yang bisa berdiri di atas semua kontestan Pilpres 2024," tuturnya kepada Alinea.id, Rabu (14/12).
"Agar kompetisi lebih fair, agar tidak terjadi polarisasi dan politik yang terkotak-kotak, dan tercipta politik yang lebih dialogis: adu visi misi dan gagasan," sambungnya.
Dukungan Jokowi juga memiliki dampak buruk lainnya jika disalahgunakan, terutama oleh pihak tertentu di lingkaran kekuasaan. Yakni, memolitikkan berbagai instrumen negara, seperti TNI-Polri, Komisi Pemilihan Umum (KPU), aparatur sipil negara (ASN), bantuan sosial (bansos), hingga 271 penjabat kepala daerah yang ditunjuk Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
"Jika itu terjadi," Yuri mengingatkan, "ruang kompetisi dalam Pilpres 2024 terancam tidak fair/jurdil (jujur dan adil)."
"Oleh karena itu, sekali lagi, alangkah lebih baik saat ini pada Pemilu 2024 mendatang, Presiden Jokowi bersikap netral, menjadi "orang tua", menjadi negarawan yang bisa berdiri di atas semua kontestan Pilpres 2024," imbaunya.
Di sisi lain, Yuri berpendapat, dukungan Jokowi kepada tokoh tertentu tak berpengaruh signifikan secara elektoral. Sebab, sesuai basis survei yang dilakukan Indostrategic, dampaknya hanya sekitar 30%. "Bisa dikatakan tidak menentukan."