close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. /Antara Foto
icon caption
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. /Antara Foto
Politik
Rabu, 27 Januari 2021 15:24

Fahri Hamzah: Perubahan ambang batas gangguan demokrasi di Indonesia

Dia menyarankan, Presiden Jokowi dapat membakukan ketentuan ambang batas suara.
swipe

Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah menilai, mengubah ambang batas suara baik parlementary treshold dan presidential treshold merupakan gangguan iklim demokrasi di Indonesia.

Diketahui, dalam draf revisi Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) memuat aturan terkiat ambang batas parlemen atau parliamentary threshold. Draf itu mengatur ambang batas parlemen dinaikkan 1% dari sebelumnya menjadi 5%.

Aturan tertuang dalam Pasal 217 pada Bagian Kedua Sistem Pemilu DPR. Partai politik disyaratkan mampu memperoleh suara sah nasional sebanyak 5% agar memiliki keterwakilan di DPR.

"Seharusnya peraturan tentang pemilu itu tidak selalu sering berubah, naik turun, naik turun. Presentase (ambang batas suara) naik turun, naik turun. Sesungguhnya itu, sebenarnya merupakan gangguan yang terus menerus terhadap demokrasi kita," kata Fahri, kepada Alinea.id, Rabu (27/1).

Dia menyarankan, agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat membakukan ketentuan ambang batas suara tersebut. "Jadi, kita membuat peraturan yang lebih permanen. Bahkan, mungkin apabila itu dimasukan sebagai design konstitusi kita," tuturnya.

Fahri memandang, substansi regulasi pemilu terletak bukan pada batasan ambang batas suara, melainkan antisipasi terhadap segala potensi gangguan penyelenggaraan, baik sebelum maupun sesudah pemilu.

Misalnya, kata Fahri antisipasi money politic, mengantisipasi berbagi kecurangan baik sebelum dan pasca pemilu atau pada saat sengketa. "Itu sebenarnya yang jauh lebih penting direncanakan dari sekedar perubahan angka-angka yang sebenarnya tidak ada dasarnya dan tidak diperlukan," terang Fahri.

Lebih dari itu, Fahri menilai, RUU Pemilu juga harus membuat iklim penyelenggaraan pemilu sebagai representasi dari masyakarat. Sehingga, kata dia, seluruh warga merasa berpartisipasi dalam demokrasi.

"Itu yang harusnya di design, sehingga kita menentukan sistem apa yang membuat rakyat itu punya wakil," terang Fahri.

"Sehingga basis dari legitimasi kandidat dan juga pemilihnya itu dapat kuat. Itulah hal-hal besar yang harus dipikirkan dalam UU Pemilu," tambahnya.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Achmad Rizki
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan