close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua DPR Puan Maharani kanan berbincang dengan Wakil ketua DPR Aziz Syamsuddin saat akan memimpin Rapat Paripurna sebelum pandemi, di Komplek Parlemen, Jakarta/Foto Antara.
icon caption
Ketua DPR Puan Maharani kanan berbincang dengan Wakil ketua DPR Aziz Syamsuddin saat akan memimpin Rapat Paripurna sebelum pandemi, di Komplek Parlemen, Jakarta/Foto Antara.
Politik
Minggu, 25 Oktober 2020 12:47

Pakar komunikasi politik: Perundungan kepada DPR tak lepas dari kinerja

Aspirasi rakyat tidak lagi menjadi prioritas. Ini berbanding terbalik dengan persoalan pemerintah terkesan diutamakan untuk dibahas.
swipe

Pakar Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, M Jamiluddin Ritonga, berpendapat perundungan usai maraknya demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) kepada DPR bukan tanpa sebab. Menurutnya, itu tak lepas dari kinerja wakil rakyat yang tidak melaksanakan fungsinya dengan baik, terutama legislasi dan pengawasan.

Dia mencontohkan, dalam menjalankan fungsi legislasi DPR dipandang tidak produktif. Inisiatif mengajukan rancangan undang-undang (RUU) juga terbilang rendah. Di sisi lain, dalam membahas RUU pun kerap tidak aspiratif.

"Kasus pembahasan RUU Ciptaker hingga menjadi UU tidak melibatkan semua pemangku kepentingan. Akibatnya, UU yang dihasilkan mendapat penolakan dari masyarakat, sebagaimana yang terjadi pada UU Ciptaker," katanya secara tertulis, Minggu (25/10).

Pascamaraknya demonstrasi menolak UU Ciptaker, di jagat maya memang marak bullying bernada satire kepada DPR. Seperti sindiran berbentuk lirik lagu "DPR makan enak, rakyat makan tempe", dan lain sebagainya.

Terkait fungsi pengawasan, Jamiluddin berpendapat, tugas tersebut belakangan ini sangat mandul dijalankan wakil rakyat. Dia menengarai, itu terjadi lantaran dominasi partai politik pendukung pemerintah di parlemen.

Praktis, imbuhnya, hanya Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera atau PKS yang masih melaksanakan fungsi pengawasan. "Namun, suara mereka tertelan oleh dominannya partai-partai pendukung pemerintah di DPR," jelasnya.

Jamiluddin mengatakan, kondisi tersebut membuat masalah yang dihadapi masyarakat tidak menggema di DPR. Menurutnya, aspirasi rakyat tidak lagi menjadi prioritas. Hal ini berbanding terbalik dengan persoalan pemerintah yang terkesan diutamakan untuk dibahas.

Dia menilai, kondisi itu membuat sebagian masyarakat kecewa terhadap wakil rakyat. Sikap itu, imbuhnya, oleh sebagian orang diaktualisasikan dengan mem-bully DPR melalui berbagai saluran. Hanya, dia menyayangkan perundungan itu sangat mengeneralisasikan DPR.

"Seolah-olah semua anggota DPR terompet atau corong pemerintah. Padahal, tidak semua seperti itu. Contohnya, Partai Demokrat dan PKS masih bersikap tegas dan aspiratif dalam melaksanakana fungsi legislasi dan fungsi pengawasan. Hanya saja mereka kalah suara," paparnya.

Karena itu, sarannya, masyarakat seyogyanya memberi dukungan penuh atas pelaksanaan fungsi legislasi dan pengawasan yang dilakukan Partai Demokrat dan PKS. Sebab, sokongan itu bisa memperkuat daya tawar partai oposisi.

"Dukungan masyarakat itu akan memperkuat daya tawar yang diperjuangkan Partai Demokrat dan PKS kepada pemerintah. Hanya ini, yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengurangi dominasi partai pendukung pemerintah di parlemen," tegasnya.

img
Akbar Ridwan
Reporter
img
Achmad Rizki
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan