close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), putra mahkota Partai Demokrat, menyampaikan pidato politik sebagai rekomendasi bagi presiden mendatang. / Facebook
icon caption
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), putra mahkota Partai Demokrat, menyampaikan pidato politik sebagai rekomendasi bagi presiden mendatang. / Facebook
Politik
Jumat, 01 Maret 2019 23:50

Pidato politik putra mahkota Partai Demokrat

Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), putra mahkota Partai Demokrat, menyampaikan pidato politik sebagai rekomendasi bagi presiden mendatang.
swipe

Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), putra mahkota Partai Demokrat, menyampaikan pidato politik sebagai rekomendasi bagi presiden mendatang.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono resmi menunjuk putranya, Agus Harimurti yang menjabat sebagai Komandan Komando Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat, sebagai penanggung jawab pemenangan Pemilu 2019.

Mantan calon Gubernur DKI Jakarta itu menyoroti ambang batas partai politik atau gabungan parpol mencalonkan calon presiden-calon wakil presiden sebesar 20% berpotensi membelah bangsa.

Hal itu menurut dia karena ambang batas 20% dukungan parlemen atau 25% suara nasional untuk mengusung capres-cawapres membatasi pilihan masyarakat atas calon pemimpin nasionalnya.

"Itulah mengapa Partai Demokrat tampil ke depan untuk mengoreksi batasan presidential threshold yang berpotensi membelah bangsa karena terbatasnya pilihan calon pemimpin kita," kata AHY dalam pidato politiknya di Djakarta Theater, Jakarta, Jumat (1/3) malam.

Dia menegaskan bahwa partai juga bertekad untuk serius mencegah terbelahnya persatuan dan kesatuan bangsa.

Demokrat menurut dia sebagai partai tengah dengan landasan ideologi nasionalis-religius siap menjadi benteng tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

"Kondisi terbelahnya bangsa, tentu bukan tanpa sebab. Karenanya, kami juga menyoroti pertarungan dua capres yang sama pada tahun 2014 dan 2019," ujarnya.

Dalam kaitan itu, AHY mencermati perkembangan sosial politik yang sedang terjadi karena perhelatan demokrasi ini oleh kalangan tertentu dijadikan sebagai ajang memaksakan keyakinan dan pilihan politiknya. Dampaknya menurut dia, muncul fanatisme yang berlebihan, yang pada akhirnya, justru kontra-produktif dengan tujuan memajukan bangsa dan negara itu sendiri.

"Sayangnya, karena perbedaan pandangan dan pilihan politik, tak ayal, seringkali kita berdebat kusir, membela pilihannya masing-masing secara subjektif dan membabi-buta. Kita tidak lagi mau mendengar dan melihat secara jernih dan jujur tentang apa yang sebenarnya terjadi," katanya.

Dia mengatakan lebih parah lagi, karena perbedaan pandangan politik kita sering keluar dari akal sehat misalnya kawan-kawan kita atau justru kita sendiri keluar grup whatsapp karena jengkel, seolah-olah kawan-kawan kita tidak lagi sejalan.

Karena itu dia menyayangkan karena kehidupan politik dan demokrasi, yang susah payah kita bangun sejak krisis 1998 dan hasilnya kian nyata, namun saat ini terasa mundur kembali.

"Saat Partai Demokrat berada di pemerintahan, atau ketika menjadi the ruling party, sesungguhnya kami bersyukur karena demokrasi, termasuk pemilu kita, makin matang dan makin berkualitas," ujarnya.

Dia mengatakan ketika Demokrat memimpin, stabilitas politik terjaga baik dan kalau ada riak dan dinamika, hal itu memang menjadi bagian dari demokrasi dan kebebasan itu sendiri.

Dalam pemilu menurut dia, tidak muncul ketegangan yang berlebihan antarkelompok pendukung, golongan, apalagi antaridentitas (SARA).

"Perbedaan pandangan dan pilihan politik tidak dibawa ke level pribadi atau personal. Kalaupun ada, jumlahnya relatif kecil dan tidak menjadi keprihatinan nasional," kata dia yang mengenakan jas Partai Demokrat.

Menurut dia, pesta demokrasi seharusnya disambut dengan riang gembira, bukan dengan kebencian dan hati yang susah, karena putusnya silaturahmi akibat perbedaan pandangan dan pilihan politik.

Rekomendasi untuk presiden

Sementara itu, mewakili Partai Demokrat, AHY juga menyampaikan rekomendasi bagi presiden periode 2019-2024. Sejumlah hal disoroti oleh partai berlambang bintang mercy itu.

Pria berusia 40 tahun itu menilai penegakan hukum tidak boleh menjadi instrumen politik terhadap mereka yang beroposisi. Karena itu menurut dia, Partai Demokrat merekomendasikan kepada Presiden mendatang, untuk menjamin tegaknya nilai-nilai keadilan bagi seluruh warga negara.

"Kita sering mendengar jargon, lawan berdebat adalah kawan dalam berpikir. Oposisi dalam berpolitik adalah koalisi dalam membangun bangsa," kata suami Annisa Pohan itu.

Hal itu dikatakannya menyoroti terkait keadilan hukum yang terjadi saat ini karena dirinya menangkap kegelisahan masyarakat terkait penegakan hukum yang di sana sini terkesan tebang pilih, tajam ke bawah tumpul ke atas, yang kuat menang, yang lemah kalah.

Dia menilai, tidak boleh ada yang merasa takut untuk berbicara, termasuk dalam menyampaikan kritik dan gagasannya.

"Yang terpenting, kebebasan berekspresi harus tetap berada di dalam koridor hukum, serta etika dan norma berdemokrasi. Bukan fitnah, hoaks, ujaran kebencian, atau pembunuhan karakter," ujarnya.

AHY juga menyampaikan beberapa persoalan lain yang dihadapi masyarakat seperti melemahnya daya beli masyarakat, baik di pulau Jawa maupun di luar Jawa, perkotaan maupun di pedesaan.

Menurut dia, hal itu terjadi karena menurunnya penghasilan dan sulitnya mendapatkan pekerjaan.

Dia mengatakan, persoalan lainnya terkait lapangan pekerjaan karena masyarakat, khususnya anak-anak muda cemas, tidak bisa memperoleh pekerjaan yang layak, sesuai dengan kompetensi mereka.

"Sedangkan mereka yang sudah bekerja, khawatir akan kehilangan pekerjaannya, akibat melemahnya ekonomi nasional," ujarnya.

Merespons persoalan tersebut menurut dia, Demokrat merekomendasikan kepada Presiden mendatang, untuk memacu laju pertumbuhan ekonomi nasional hingga mencapai angka 6% atau lebih.

Selain itu, menurut dia menciptakan iklim dunia usaha yang kondusif, di antaranya dengan cara melonggarkan pajak.

"Dunia usaha yang maju akan menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak lagi, serta mampu meningkatkan upah dan kesejahteraan buruh kita," katanya.

Selain itu menurut AHY, daya beli masyarakat juga harus diperkuat melalui peningkatan gaji pegawai, termasuk guru, TNI, Polri dan pensiunan.

Dia menekankan bahwa untuk membantu masyarakat miskin dan kurang mampu, Presiden mendatang disarankan untuk menjalankan kebijakan dan program khusus untuk melindungi dan meningkatkan kelayakan hidup kaum miskin.

"Dengan segala kerendahan hati, Partai Demokrat menyarankan program-program pro-rakyat era SBY dapat dilanjutkan dan ditingkatkan, apapun namanya," ujarnya.

Program-program pro-rakyat SBY tersebut antara lain PKH, Raskin, BLSM, BPJS, BOS, Bidik Misi, LPDP, Beasiswa Santri, KUR dan PNPM, serta penyaluran subsidi secara tepat sasaran seperti subsidi BBM, listrik dan pupuk. 

Perusahaan rintisan

Tidak hanya itu, AHY menilai presiden mendatang perlu memperbanyak pusat inkubasi guna membantu menyiapkan usaha rintisan atau start-up yang unggul dan berdaya saing tinggi di pasar global. 

"Semakin berkembangnya usaha-usaha rintisan ini, akan membuka lapangan pekerjaan yang semakin luas," kata AHY.

Dia mengingatkan ekonomi digital bukan hanya masalah perdagangan elektronik atau e-commerce dan start-up namun juga menyentuh banyak hal seperti produktivitas, ketenagakerjaan, pajak, pendidikan, persaingan usaha, digital currency, keamanan siber, perlindungan konsumen, serta hak cipta.

Karena itu, menurut dia, Partai Demokrat merekomendasikan kepada Presiden mendatang untuk memperkuat kebijakan dan regulasi, yang mendorong sinergi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat, sebagai pelaku pasar sekaligus konsumen.

"Isu yang juga menjadi perhatian kita bersama adalah gelombang ekonomi baru, yakni Ekonomi Digital. Cloud technology, Internet of things, artificial intelligence telah dan akan terus mengubah bagaimana kita berinteraksi dan bertransaksi," ujarnya.

Dia menilai batas-batas antar negara menjadi kabur, dan istilah-istilah itu mungkin bagi sebagian besar masyarakat terdengar asing.

Tapi kita dipaksa untuk memahami semua ini karena arus zaman dan adanya peluang dan manfaat dari kemajuan teknologi dewasa ini.

Dia menegaskan bahwa revolusi teknologi memaksa kita beradaptasi untuk menemukan langkah-langkah yang tepat guna memberdayakan dan melindungi para pebisnis, konsumen maupun perekonomian nasional.

"Ke depan kita harus memiliki strategi ekonomi digital secara nasional dan kami mengapresiasi pemerintah, yang sudah berusaha menyusun strategi dan langkah perdagangan elektronik Indonesia. Kendati demikian, kita tidak boleh hanya menjadi medan pertarungan para pelaku pasar global," katanya.

Menurut dia, kita harus menjadi pelaku utama yang mampu mengoptimalkan potensi pasar nasional kita.

Selain itu dia menilai Negara harus hadir untuk mendorong masyarakat, khususnya anak-anak muda, untuk mampu bersaing, baik sebagai penyedia dan pengelola platform e-commerce, maupun secara kreatif menciptakan produk-produk unggulannya.

Di sisi lain, AHY menilai Indonesia membutuhkan kepemimpinan nasional yang kuat, visioner, dan adaptif untuk menghadapi kompleksitas tantangan global dan nasional.

"Kita mengetahui, menghadapi kompleksitas tantangan global dan nasional itu, diperlukan kepemimpinan nasional yang kuat, visioner dan adaptif. Juga pemerintahan yang responsif, efektif dan rela bekerja keras," urainya.

Dia menilai pemimpin yang kuat yaitu mampu mengatasi segala permasalahan bangsa, mampu membuat Indonesia semakin kuat dan maju, serta mampu memperjuangkan kepentingan nasional dalam hubungan internasional.

Pemimpin yang visioner menurut dia mampu melihat peluang dan mengatasi tantangan bangsa di awal abad 21 dan pemimpin yang adaptif adalah mampu menyesuaikan diri dengan zaman, tanpa kehilangan kepribadian dan jati diri bangsa.

AHY menjelaskan ada beberapa tantangan global ke depan antara lain dinamika hubungan antarnegara yang diwarnai kerja sama, kompetisi, dan konfrontasi.

"Selain itu masalah sumber daya alam yang makin menipis, perubahan iklim, jumlah penduduk dunia yang makin besar, serta perkembangan teknologi yang sangat cepat," ujarnya.

Tantangan di tingkat nasional, menurut dia, antara lain bagaimana Indonesia dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi di atas 6 persen, tentunya pertumbuhan ekonomi yang inklusif, merata dan berkelanjutan. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi yang juga bisa menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan sekaligus mengurangi kemiskinan. 

"Artinya, kue pembangunan ekonomi yang dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat, termasuk the bottom 40, atau sekitar 100 juta saudara-saudara kita, yang terkategori miskin dan kurang mampu," katanya.

Tantangan utama lainnya menurut AHY adalah memaksimalkan bonus demografi dan penduduk berusia produktif karena kita tidak ingin angkatan kerja muda justru menjadi bencana, karena tidak memiliki kapasitas, produktivitas dan daya saing yang tinggi.

Dia juga mencermati kebutuhan energi dan pangan yang semakin meningkat, di bidang energi, kita harus mampu menyusun strategi untuk mencapai target Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025, sebagai bagian dari komitmen Indonesia dalam memenuhi Paris Agreement.

"Sementara di bidang pangan, kita harus mengurangi ketergantungan impor pangan. Kita juga harus mencari solusi atas tren penurunan lahan pertanian dan berkurangnya tenaga kerja di sektor pertanian," katanya.

Dia menilai diperlukan pengembangan teknologi dan tata kelola pertanian agar produksi dan produktivitas makin meningkat, tanpa merusak lingkungan. (Ant).

img
Sukirno
Reporter
img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan