Partai Golkar mendominasi raihan suara pada pentas Pileg 2024 untuk DPR RI di Jawa Barat. Berbasis rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada Selasa (27/2), partai pimpinan Airlangga Hartarto itu sudah meraih 1.886.480 suara atau 16,64% dari total suara yang diperebutkan.
Di posisi kedua, ada Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dengan perolehan 1.764.966 (15,57), dibuntuti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang meraih 1.355.611 (11,96%). Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) memperoleh 1.329.266 suara (11,73%), sedangkan PDI-Perjuangan meraup 1.259.839 suara (11,11%).
Persentase data yang masuk ke KPU sudah mencapai 60,36%. Angka-angka itu dikompilasi dari data yang dirimkan 84.786 tempat pemungutan suara (TPS). Total ada 140.457 TPS di provinsi yang dikenal dengan sebutan Bumi Pasundan itu.
Jika tren itu berlangsung hingga akhir penghitungan suara KPU, Golkar bakal menggeser dominasi Gerindra di Jabar. Pada Pileg 2024, Gerindra keluar sebagai pemenang dengan raupan 17,6% suara. Golkar bercokol di posisi ketiga dengan 13,2%, di bawah PDI-P yang meraup 14,3% dukungan suara.
Analis politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Kunto Adi Wibowo menilai ada sejumlah faktor yang membuat Golkar bisa berjaya di Jabar. Salah satunya ialah karakteristik pemilih di Jabar yang cenderung pragmatis. Mayoritas pemilih tidak punya loyalitas terhadap partai tertentu.
"Buktinya (parpol) pemenang di Jawa Barat itu enggak pernah menang dua kali berturut-turut. Pemenangnya selalu berganti-ganti. Dari PDI-P, terus berganti Gerindra dan Golkar," ucap Kunto kepada Alinea.id, Rabu (28/2).
Peta politik Jabar memang cenderung dinamis. Pada Pemilu 1999, Jabar dikuasai oleh PDI-P. Lima tahun berselang, Partai Golkar yang sukses memenangi Jabar. Partai Demokrat mengambil alih Jabar pada 2009 sebelum digeser PDI-P pada 2014. Pada Pemilu 2019, Jabar dikuasai Gerindra.
Dari pengamatan Kunto, mesin politik Golkar terbilang sangat agresif dalam menjaring suara pemilih. Di lain sisi, Golkar juga menempatkan kader-kader unggulan mereka di banyak dapil di Jabar. Kekuatan mesin politik itu, kata dia, bahkan bisa mengalahkan efek ekor jas Prabowo ke Gerindra.
"Bukan hanya caleg atau anggota legislatif yang lama, tapi juga yang baru-baru. Ada kemungkinan mereka yang duduk di DPR dan DPRD provinsi juga ada wajah-wajah baru dari Golkar. Jadi, peremajaan ini juga membawa dampak yang besar bagi kemenangan Golkar di Jawa Barat," kata Kunto.
Dari sisi kinerja individual, menurut Kunto, kemenangan Golkar di Jabar tak lepas dari peran Ketua DPD Golkar Jawa Barat, Ace Hasan Syadzily dan Wakil Ketua Umum Bidang Penggalangan Pemilih Golkar, Ridwan Kamil (RK).
Sebagai mantan Gubernur Jabar, RK punya elektabilitas tinggi dan bisa mempengaruhi pilihan warga, baik di pentas pileg maupun pilpres. RK juga masih merawat jaringan politiknya hingga akar rumput.
"Saya melihat suntikan caleg-caleg baru dan pasukan RK juga berpengaruh besar. Kemudian juga ada beberapa caleg baru sehingga perolehan suara buat Golkar juga besar," kata Kunto.
Meskipun bukan kandidat di pileg atau pilpres, efek ekor jas RK setidaknya dirasakan sang istri, Atalia Praratya. Atalia maju jadi caleg DPR RI dari Golkar di dapil Jabar I yang meliputi Bandung dan Cimahi.
Sejauh ini, Atalia sudah meraup 86.570 suara. Ia mengalahkan raihan Nurul Arifin, politikus senior Golkar dari kalangan pesohor yang juga maju di dapil yang sama. Menurut rekapitulasi KPU, Nurul hanya baru meraup 23.582 suara.
Guru besar ilmu politik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan sepakat kemenangan Golkar di Jabar tak bisa dilepaskan dari kinerja mesin politik dan faktor RK. Mesin politik Golkar, menurut dia, tanggap dalam merespons karakteristik pemilih di Jabar yang cair.
"Mesin politik ini bekerja, pengaruhnya juga bisa jadi karena politisi Golkar itu banyak turun ke lapangan. Faktor Ridwan Kamil juga bisa menjadi faktor suara Golkar bertambah di Jawa Barat," kata Cecep kepada Alinea.id, Rabu (28/9).
Golkar juga diuntungkan karena tergolong parpol tua. Di Jabar, menurut Cecep, banyak pemilih yang masih mencoblos gambar partai, tanpa melihat nama caleg. "Faktor ini karena lebih kenal lama dengan Golkar ketimbang Gerindra," ucap Cecep.
Strategi lainnya yang tak kalah efektif ialah penempatan caleg-caleg muda Golkar di dapil Jabar. Menurut Cecep, mayoritas pemilih di Jabar merupakan kalangan milenial dan generasi Z sehingga bisa klop dengan tawaran caleg dari Golkar.
"Bisa jadi Golkar menggungguli suara Gerindra di ceruk pemilih milenial di Jawa Barat yang besar. Bisa jadi ini sedikit banyak dipengaruhi Ridwan Kamil masuk Golkar," ucap Cecep.