Pilgub Jawa Barat 2024 semakin "garing". Survei sejumlah lembaga menunjukkan pasangan Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan (Dedi-Erwan) tak mampu disaingi pasangan kandidat lainnya. Rata-rata lembaga survei menempatkan elektabilitas Dedi-Erwan di atas 60%.
Teranyar, sigi Volvox Center Research and Consulting yang dirilis Jumat (25/10) lalu menunjukkan elektabilitas Dedi-Erwan mencapai 61,8%. Pesaing terdekat mereka, Ahmad Syaikhu-Ilham Akbar Habibie (Syaikhu-Ilham) hanya mampu mengoleksi 18,6%. Dua pasangan lainnya, Acep Adang Ruhiyat-Gita Dwi dan Jeje Wiradinata-Ronal Suraparadja masing-masing mengantongi 7,4% dan 5,6%.
CEO Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan tingkat keterpilihan Dedi-Erwan tetap dominan dalam simulasi top of mind. Dedi-Erwan bertengger di puncak dengan raihan 60,3%. Peringkat kandidat lainnya pun serupa dengan skema tertutup.
"Sebenarnya ini termasuk jawaban yang sangat kuat karena strong voters menjawab tanpa kami sodorkan kertas suara," ujar Pangi dalam konferensi pers rilis survei secara daring.
Meski tak akan signifikan, ia memperkirakan migrasi suara pemilih masih mungkin terjadi di Pilgub Jabar. “Karena ada kemungkinan tren, isu, program, tokoh berpengaruh, itu yang akan mengubah peta elektoral," ucapnya.
Survei Indikator Politik Indonesia yang dirilis dua pekan sebelumnya menunjukkan hasil yang cukup jauh berbeda. Dalam sigi Indikator, Dedi-Erwan mendominasi dengan elektabilitas sebesar 75,7%. Syaikhu-Ilham hanya mengoleksi 13,8%. Elektabilitas dua pasang kandidat lainnya kurang dari 5%.
Survei Indikator dilakoni pada periode 3-12 Oktober 2024 menggunakan metode pencuplikan acak bertingkat. Sebanyak 1.200 warga Jabar dilibatkan sebagai responden. Tingkat kepercayaan survei mencapai 95% dengan batas galat sekitar 2,9%.
"Kalau, misalnya, tren ini berlanjut tak ada perubahan signifikan, terutama pergerakan Pak Syaikhu dan Ilham Habibie, kemungkinan Pak Dedi Mulyadi bisa memecahkan rekor memenangkan (pilgub) dengan jumlah besar," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi saat memaparkan hasil survei.
Elektabilitas Dedi Mulyadi meroket setelah Ridwan Kamil dipastikan tak lagi mencalonkan diri sebagai Gubernur Jawa Barat. Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, lebih memilih Pilgub DKI Jakarta sebagai palagan politiknya yang baru.
Pengamat politik dari Universtias Padjajaran (Unpad) Firman Manan menilai hasil survei sejumlah lembaga menunjukkan pertarungan Pilgub Jabar tidak lagi kompetitif. Menurut dia, pasangan Dedi-Erwan sudah hampir tidak bisa lagi dikalahkan.
Firman merinci sejumlah faktor yang bikin Dedi-Erwan terus dominan dari awal hingga jelang pencoblosan. Pertama, limpahan efek ekor jas dari kemenangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) di Pilpres 2024. Diusung mayoritas parpol Koalisi Indonesia Maju (KIM), Dedi-Erwan dianggap merepresentasikan Prabowo.
Kedua, kian populernya Dedi karena viralnya kasus Vina Cirebon. Jelang Pilgub Jabar, Dedi rutin muncul di siniar Youtube dan podcast untuk mewawancarai orang-orang yang terkait kasus Vina. Dedi bahkan dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan peninjauan kembali sejumlah terpidana kasus Vina.
"Ini problem untuk calon lain karena, menurut pengamatan kami, baru terlihat di radar pertarungan di akhir. Pak Syaikhu, misalnya, dulu kita tahu yang banyak kampanye (Ketua DPW PKS Jabar) Pak Haru (Suandharu). PDI-P yang banyak sosialisasi (Ketua DPD PDI-P Jabar) Mas Ono (Surono), begitu pun PKB dengan ketua DPW-nya," kata Firman.
Meski begitu, Firman membuka kemungkinan munculnya kejutan di Pilgub Jabar. Apalagi, sejumlah survei menunjukkan angka pemilih gamang atau swing voters masih tinggi di Pilgub Jabar, yakni di atas 25%.
“Di Jabar itu, membaca data survei harus berhati-hati. Pada Pilgub 2008 dan 2013, Ahmad Heryawan berada di bawah dari lawannya, namun berhasil keluar sebagai pemenang,” jelas Firman.