close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden Jokowi mulai
icon caption
Presiden Jokowi mulai "turun gurung" pada Pilpres 2024, yang terlihat dari perangai dan pernyataannya. Untuk siapakah kerja-kerja Jokowi itu? Foto BPMI Setpres/Vico
Politik
Kamis, 25 Januari 2024 17:07

Pilpres 2024: Presiden Jokowi "turun gunung", untuk (si)apa?

Presiden Jokowi menyatakan, kepala negara boleh berpihak dan berkampanye. Ini bertentangan dengan pernyataan sebelumnya.
swipe

Presiden Joko Widodo (Jokowi) "berulah" kembali terkait keberpihakannya pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Sebagai kepala negara dan pemerintahan, ia dapat mendukung salah satu kandidat pemilihan presiden (pilpres), termasuk berkampanye, selama tidak memanfaatkan fasilitas negara.

"Ya, boleh saja saya kampanye, tapi harus nanti tidak menggunakan fasilitas negara," kata Jokowi di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Rabu (24/1).

Argumen itu selaras dengan Pasal 299 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, di mana presiden dan wakil presiden (wapres) berhak kampanye. Namun, merujuk Pasal 281 UU Pemilu, saat beraktivitas politik praktis, harus cuti di luar tanggungan negara dan dilarang memakai fasilitas negara.

Pernyataan ini kontras dengan apa yang diutarakan Jokowi kala meninjau proyek pembangunan jalan tol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Tengah (Kalteng), pada 1 November 2023. Kala itu, ia memastikan pemerintah daerah (pemda) dan pusat wajib netral pada pemilu.

"Perlu saya sampaikan, bahwa pemerintah daerah, [baik] pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/pemerintah kota, dan pemerintah pusat, semua harus netral. ASN (aparatur sipil negara), semua harus netral. TNI, semua harus netral. Polri, semua harus netral," tuturnya.

Di sisi lain, Jokowi hingga kini belum menyampaikan secara terbuka arah dukungannya pada Pilpres 2024. Namun, berkaca dari gesturnya, ia dipastikan berpihak kepada pasangan calon (paslon) nomor 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Pangkalnya, Gibran adalah putra sulungnya.

Arah dukungan tersebut juga tecermin dari rumor Jokowi berupaya merekatkan kembali hubungannya dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri. Ini dilakukan melalui berbagai cara, seperti memberikan karangan bunga ketika Megawati berulang tahun ke-77 pada 23 Januari hingga menjanjikan posisi menteri koordinator untuk Puan Maharani.

Manuver tersebut dilakukan mengingat tingkat dukungan kepada Prabowo-Gibran cenderung stagnan di kisaran 45-47% sehingga pilpres kemungkinan takkan hanya 1 putaran. Sementara itu, PDIP mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD pada Pilpres 2024.

Stagnansi elektabilitas Prabowo

Direktur Eksekutif Citra Institute, Yusak Farchan, memaklumi apabila Jokowi bertindak demikian karena menunjukkan stagnansi elektabilitas Prabowo-Gibran. Apalagi, sudah kadung dianggap cawe-cawe.

"Pernyataan Jokowi bahwa 'presiden boleh kampanye' adalah manuver Jokowi untuk ikut 'turun gunung'," katanya kepada Alinea.id, Rabu (24/1).

Adapun karangan bunga untuk Megawati, bagi Yusak, adalah simbol Jokowi menjaga stabilitas di tengah memburuknya hubungan keduanya. "Tradisi berkirim bunga, saya kira, [hal] biasa saja, tidak ada yang istimewa."

Bukti Jokowi inkonsisten

Terpisah, a​nggota Dewan Pakar Tim Hukum Tim Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas Amin), Atang Irawan, menilai, rencana Jokowi untuk berpihak kepada salah satu paslon menunjukkan inkonsistensi lantaran berbeda dengan pernyataannya sebelumnya. "Konsistensi pandangan dan sikap kenegarawanan menjadi penting bagi kepala negara," ujarnya.

Selain itu, keberpihakan presiden bakal menyebabkan adanya konflik kepentingan (conflict of interest). Pangkalnya, putranya menjadi salah satu kontestan.

"Bahkan, bisa terjadi konflik of the corps dengan kelembagaan lain, karena dapat diyakini akan beririsan dengan potensi penyalahgunaan wewenang dan/atau sewenang-wenang," jelasnya.

"Penting [bagi] Bawaslu untuk melakukan pengawasan masif karena akan berimplikasi dan berpotensi terjadinya pelanggaran kampanye TSM (terstruktur, sistematis, dan masif) yang dapat mendiskualifikasi paslon," imbuhnya.

Karenanya, bagi politikus Partai NasDem ini, Jokowi selayaknya melaksanakan komitmen tetap netral pada pemilu. Jika tidak, bakal menjadi problematik etika bernegara yang sarat konflik kepentingan.

Kendati begitu, Atang mengakui keputusan akhir berada di tangan Jokowi. Apabila kelak memutuskan tetap berpihak, diminta melakukan cuti dan tidak memanfaatkan fasilitas negara sesuai mandat peraturan.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan