Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyebut keputusan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memecat secara permanen dokter Terawan Agus Putranto ini tidak sah. Alasanya, kata Dasco, pemecatan itu dilakukan oleh pengurus IDI yang belum dilantik.
"Setelah saya pelajari bisa kita nyatakan bahwa, pemecatan ini tidak sah!" kata Dasco di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/3).
Menurut Dasco, pemecatan dokter Terawan sejauh ini baru rekomendasi dari Majelis Etik Kedokteran IDI, di mana hasil rekomendasi itu harus dieksekusi oleh PB IDI. "Nah sementara pengurus yang lama sudah demisioner, yang baru belum dilantik," ujar politikus Partai Gerindra ini.
Dasco meyakini Menteri Kesehatan Budi Gunadi akan memfasilitasi para pengurus IDI yang baru, dan dokter Terawan akan tetap berada di situ sebagai anggotanya.
"Saya percaya bahwa Menteri Kesehatan akan memfasilitasi antara IDI yang baru, dengan dokter Terawan sebagai anggota IDI," tegas Dasco.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha), Azmi syahputra, berpendapat, pemecatan dokter Terawan menunjukkan ada yang hilang dari tujuan organisasi IDI dan fungsi profesi seorang dokter. Menurutnya, keduanya kini terlihat masih didominasi ego sektoral.
Azmi mengatakan, IDI dan dokter Terawan tidak bertemu soal metode terapi digital subtraction angiography (DSA). Bagi Terawan, metode tersebut telah teruji secara faktual pada pasiennya. Sementara, di sisi lain, IDI sebagai lembaga organisasi menggunakan pendekatan kewenangan yuridis dan sanksi organisasi pada anggotanya.
Padahal, kata Azmi, metode yang ditemukan Terawan semestinya bisa menjadi aset intelektual bangsa. "Karenanya, hal ini perlu ditangani dan peran pemerintah dengan langkah cepat dan bijak," jelas Azmi dalam keterangannya, Senin (28/3).
Azmi mengatakan, IDI sebagai 'rumah' bagi ilmuwan dan profesional tidak bijaksana melakukan pemberhentian. Secara tugas, IDI semestinya dapat menghimpun segenap potensi dokter dari seluruh Indonesia, menjaga dan meningkatkan harkat dan martabat serta kehormatan profesi kedokteran, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, termasuk meningkatkan kesehatan rakyat Indonesia untuk menuju masyarakat sehat dan sejahtera.
"Ini fungsi IDI jangan lari dari tujuan organisasi, karena yang namanya ilmu pasti berkembang perlu kekuatan bersama dan kajian yang komprehensif guna menemukan formulasi yang baik bagi keberlangsungan kehidupan manusia. Sehingga ilmuwan itu termasuk organisasi profesi sifatnya terbuka, objektif tidak boleh kaku dan berpihak," tegas Azmi.
Lebih lanjut, Azmi menilai bahwa masalah ini justru tampak ada perbedaaan pandangan personal komunikasi dengan organisasi. Atau diduga terjadi perebutan lahan, karena dokter Terawan yang dianggap sebagai dokter radiologi justru masuk ke bidang dokter spesialis lainnya.
"Ini kemungkinan pertama atau bisa jadi ada irisan faktor lain. Namun, meskipun demikian, jika dianggap dokter Terawan memang dokter yang memiliki multi kemampuan di bidangnya seharusnya didorong untuk studi lanjut, difasilitasi labotoriumnya atau dibuat tim terpadu untuk melakukan penelitian di bidang yang ia temukan," katanya.
"Tentunya diberikan jaminan berupa royalti atas hak kekayaan intelektual temuannya tersebut. Ini adalah solusi terbaik yang adil dan bijak untuk ditempuh, bukan langsung dilakukan pemecatan," pungkas Azmi.