Hingga kini, Setya Novanto (Setnov) masih menjabat sebagai ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Meski sudah menjadi tersangka dan ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), belum ada sikap dari legislatif maupun fraksi terkait posisi Setnov.
Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Maman Imanulhaq mengungkapkan, pihaknya tidak bisa memberhentikan Setnov karena status hukumnya masih tersangka. Hal tersebut sesuai dengan UU nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD) (MD3).
"Bahwa regulasi MD3 tidak memungkinkan itu diberhentikan dari DPR, karena harus ada status hukum tetap," jelas Maman seperti dikutip dari Antara, Senin (20/11).
Namun, Wakil Ketua MKD, Sarifuddin Sudding menilai ada celah untuk memberhentikan Setnov. Celah tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 87 UU MD3 yang menyebutkan bahwa pimpinan DPR bisa diberhentikan jika melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR berdasarkan keputusan rapat paripurna setelah dilakukan pemeriksaan oleh MKD DPR.
"Hari ini MKD akan ambil sikap, saya sudah koordinasi dengan para pimpinan MKD untuk segera lakukan rapat. Karena kami memahami saat ini Ketua DPR sudah ditahan KPK," papar Sudding.
Sudding menyebut, pihaknya akan mengundang pimpinan masing-masing fraksi untuk meminta pandangannya terkait posisi Setnov. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Hanura itu menambahkan, sebagai pimpinan legislatif, kedudukan Setnov menyangkut marwah dan kehormatan DPR.
“MKD harus ambil sikap," tandasnya.
Sementara Wakil Ketua DPR, Agus Hermanto menilai posisi Setnov di DPR tergantung Fraksi Golkar khususnya Partai Golkar. Meski demikian, ia mempersilakan masyarakat untuk melaporkan ke MKD jika ada indikasi pelanggaran terkait posisi Setnov.
"Kalau yang melaporkan anggota DPR sendiri malah kurang pas dan kurang tepat karena yang paling tepat adalah masyarakat. Karena MKD juga membuka seluruh akses kepada masyarakat," ujarnya.
KPK resmi menahan Ketua DPR, Setya Novanto (Setnov) sejak Minggu (19/11). Berdasarkan hasil observasi tim dokter Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Setnov tak perlu lagi dirawat inap. Ketua Umum Partai Golkar itupun langsung digelandang ke rumah tahanan KPK, Senin (20/11) dini hari.
Setnov menyita perhatian publik sejak kasus papa minta saham pada November 2015. Tak hanya itu, Setnov semakin tenar lantaran terseret dalam kasus korupsi e-KTP. Meski Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) sempat mengabulkan gugatan praperadilan penetapan tersangkanya terhadap KPK, lembaga antirasuah kembali menetapkan Setnov sebagai tersangka pada kasus yang sama.