Sikap partai politik (parpol) yang mengulur-ngulur waktu mengumumkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) menjelang penutupan pendaftaran capres-cawapres di KPU, dinilai wajar. Bukan pemandangan yang aneh sambil menunggu capres Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan pasangannya, parpol bermanuver.
Peneliti dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Aji Al Farabi memprediksi parpol akan melakukan banyak manuver menjelang pengumuman pasangan capres-cawapres sebelum KPU menutup pendaftaran pasangan capres-cawapres pada 10 Agustus mendatang.
Ditanya soal sikap Partai Demokrat yang baru akan mengumumkan pasangan capres- cawapres setelah Jokowi mengumumkan pasangannya, sebagai siasat untuk menunggu kemungkinan adanya partai koalisi yang mengalihkan dukungan.
Seperti diketahui enam partai politik yang mendukung capres Jokowi antara lain: PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Nasdem, Partai Hanura, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
"Kalau semua partai politik pendukungnya solid menerima cawapres yang dipilih Jokowi, maka Jokowi akan aman. Tapi bisa saja partai pendukungnya tidak solid," kata Aji pada Sabtu (14/7).
Secara matematis, apabila Jokowi memilih cawapresnya dan parpol mitra koalisi tidak puas, besar kemungkinan parpol mengalihkan dukungan. Pada saat itulah, akan ada parpol yang keluar dari koalisi Jokowi dan ini akan membuka peluang munculnya pasangan baru.
Momen tersebut kata Aji, Partai Demokrat bisa masuk. Semua parpol memang mencermati peta perkembangan khususnya pasangan dari capres incumbent yang paling ditunggu.
Aji memperkirakan masih memungkinkan ada parpol yang bakal lompat pagar dari koalisi Joko Widodo. Meski semua sangat tergantung pada Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut dalam memilih siapa cawapresnya dan kapan waktu pengumumannya.
Prediksi Aji, PKB paling memungkinkan untuk lompat pagar dari koalisi Jokowi. Sebagaimana diketetahui, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar ngotot menjadi cawapres Joko Widodo. Meski, PKB bisa juga tetap berada di jalur koalisi.
SBY tidak memberi instruksi
Sementara itu menanggapi pertemuan kader Partai Demokrat dengan PDIP pekan ini, DPP Partai Demokrat menegaskan Ketua Umumnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak pernah menginstruksikan secara khusus kepada Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermanto menjalin komunikasi dengan DPP PDIP.
"SBY memberi ruang kepada para kadernya untuk menjalin komunikasi dengan pihak manapun, tentunya dengan tujuan yang baik. Namun, SBY tidak pernah memberikan instruksi dan tugas khusus kepada Agus untuk berkomunikasi dengan DPP PDIP, " ujar Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan.
Hinca mengatakan berita beredar menyebutkan seolah-olah Agus mendapatkan tugas khusus untuk melakukan komunikasi dengan DPP PDIP. Maka kata Hinca, hal tersebut perlu diluruskan.
Seperti diketahui, pada Jumat siang, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermanto melakukan pertemuan dengan Sekjen PDIP Hasto Kristianto di DPP PDIP. Agus Hermanto mengatakan pertemuan hanya sebatas silaturahim sekaligus membahas urusan politik.
Sekjen PDIP Hasto K. dan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermanto bertemu Jumat (13/7)./Antara Foto
Hinca menegaskan kalau Demokrat akan menentukan sikap usai capres Prabowo Subianto atau Jokowi menentukan sikapnya. Terutama usai Jokowi mengumumkan nama pendampingnya.
Demokrat pada pemilu presiden 2019 memang tidak mengusung calon presiden, sehingga bebas dalam menentukan sikapnya.
Hinca menilai Jokowi saat ini sedang kesulitan dalam memutuskan siapa figur yang akan mendampinginya pada pemilu presiden 2019. Sebab ada banyak partai politik mitra koalisi.
"Kalau Jokowi tidak pas memilih pasangannya dan ada partai mitra koalisi yang kecewa, bisa saja ada yang mengalihkan dukungannya," katanya.
Anggota Komisi I DPR RI itu menambahkan, kalau hal ini terjadi maka akan ada kejadian luar biasa, karena peta dukungan terhadap pasangan capres-cawapres akan berubah. Nah, kemungkinan muncul poros ketiga terjadi.
Sumber: Antara