Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Jazuli Juwaini, melayangkan protes keras terhadap tim penyusun Kamus Sejarah Indonesia Jilid I Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Di dalam draf kamus tersebut, nama pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Kiai Hasyim Asy'ari, tidak dicantumkan sebagai tokoh yang berperan besar dalam sejarah perjuangan dan kemerdekaan Indonesia.
Sekalipun Kemendikbud membantah bahwa draf yang beredar berupa salinan soft copy itu tidak resmi dan bukan darinya, namun Jazuli menyebut hal tersebut merupakan keteledoran dan menunjukkan ketidakpahaman tim penyusun tentang sejarah bangsa.
"Siapa pun yang menyusun dan menyebarkan, jika ada unsur kesengajaan, ini bentuk pengkhianatan terhadap sejarah bangsa. Maka buku tersebut atau kalau masih draf buku sekalipun harus segera ditarik dari peredaran karena bisa menyesatkan anak bangsa," kata Jazuli dalam keterangannya, Selasa (10/4).
Menurut dia, seluruh anak bangsa harus memahami secara utuh sejarah Indonesia dan tidak boleh ada yang memutus mata rantai sejarah perjalanan bangsa. Karena itu, jika penyusunan kamus sengaja menghilangkan nama Kiai Hasyim Asy'ari sebagai tokoh bangsa, maka hal tersebut merupakan pengkhianatan terhadap sejarah.
Anggota Komisi I DPR Dapil Banten ini menegaskan, sebagai pendiri NU, Kiai Hasyim Asy'ari mutlak masuk dalam dokumen sejarah manapun karena peran dan kiprahnya yang luar biasa baik pada masa penjajahan maupun kemerdekaan. Apalagi merupakan tokoh bangsa dan pahlawan nasional.
"Hadratus Syekh Hasyim sebagai pendiri NU dengan Resolusi Jihadnya yang terkenal mampu membangkitkan semangat juang rakyat Indonesia. Juga perannya sebagai rujukan ketika bangsa ini membentuk dasar negara dan konstitusi bernegara. Jangan putus mata rantai sejarah tersebut. Jangan lupakan jasa ulama besar bangsa ini," jelas Jazuli.
Dia menambahkan, semua anak bangsa harus memahami ideologi negara dan sejarahnya. Menjadi tugas Kemendikbud untuk menyusun kurikulum dan materi-materi kebangsaan yang valid dan tidak ada penyimpangan serta diwajibkan untuk diajarkan di sekolah-sekolah dari tingkat dasar hingga sekolah menengah atas.
"Pemerintah harus segera klarifikasi dan tarik draf naskah yang beredar tersebut, serta mengusut motif tidak dicantumkannya Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari," pungkas Jazuli.
Temuan hilangnya nama pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Kiai Hasyim Asy'ari dalam kamus sejarah ini diungkap oleh NU Circle yang kemudian melayangkan protes ke Kemendikbud. Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid kemudian angkat bicara meluruskan tudingan tersebut.
“Buku Kamus Sejarah Indonesia Jilid I tidak pernah diterbitkan secara resmi. Dokumen tidak resmi yang sengaja diedarkan di masyarakat oleh kalangan tertentu merupakan salinan lunak (softcopy) naskah yang masih perlu penyempurnaan. Naskah tersebut tidak pernah kami cetak dan edarkan kepada masyarakat,” bebernya dalam keterangan tertulis.
Naskah buku tersebut, katanya, disusun pada tahun 2017, sebelum periode kepemimpinan Mendikbud Nadiem Anwar Makarim. "Selama periode kepemimpinan Mendikbud Nadiem Anwar Makarim, kegiatan penyempurnaan belum dilakukan dan belum ada rencana penerbitan naskah tersebut,” jelasnya.