close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Alinea.id/Dwi Setiawan
icon caption
Ilustrasi Alinea.id/Dwi Setiawan
Politik
Rabu, 11 Agustus 2021 08:20

PKS ke pemerintah: Mengeluarkan indikator kematian Covid-19 saran ahli?

Menurut Sukamta, mestinya pemerintah membuat kebijakan berdasarkan data, riset dan pendapat ahli.
swipe

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI menilai keputusan pemerintah mengeluarkan angka kematian dari indikator penanganan Covid-19 bisa berbahaya. Persoalan input data akumulasi angka kematian yang menimbulkan distorsi menjadi alasan pemerintah mengambil kebijakan tersebut, sebagaimana disampaikan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.

Menurut Wakil Ketua Fraksi PKS Sukamta, semestinya pemerintah membuat kebijakan berdasarkan data, riset dan pendapat ahli. “Jika selama ini Pak Luhut menyatakan kebijakan penanganan Covid sudah berdasar masukan para ahli, apakah mengeluarkan angka kasus kematian dari indikator penanganan Covid-19 juga saran dari para ahli? Saya ragu ini adalah saran ahli," ujar Sukamta dalam keterangannya, Rabu (11/8).

Ia menduga keputusan ini hanya akal-akalan pemerintah untuk menutupi sengkarut manajemen data Covid-19 dari pusat hingga daerah. "Sementara pemerintah sudah tidak sabar untuk menurunkan level PPKM karena tuntutan kepentingan ekonomi. Beberapa ahli epidemiologi sudah mengingatkan kecerobohan pemerintah dalam penanganan Covid, bisa mengarah kepada pandemic trap atau situasi pandemi yang tidak berkesudahan," ujarnya.

Jika ini terjadi, lanjut Sukamta, tidak hanya berbahaya bagi keselamatan jiwa manusia, namun ekonomi Indonesia juga akan semakin terpuruk. Ia menduga, dikeluarkannya angka kasus kematian dari indikator penanganan Covid-19 mencerminkan ada sebagian pejabat pemerintah yang punya pikiran tidak percaya dengan Covid-19, atau dianggap hanya konspirasi.

“Jangan-jangan masih ada pejabat pemerintah yang juga tidak percaya Covid. Yang punya pikiran seperti ini mestinya jangan masuk dalam Gugus Tugas Covid, karena akan merusak kerja penanganan pandemi,” beber Sukamta.

Mestinya, jelas Sukamta, pemerintah segera perbaiki data Covid, bukan justru mengeluarkan salah satu indikator utama keselamatan. Banyaknya kematian bisa menunjukkan adanya kelemahan dan masalah yang harus segera ditangani dan antisipasi supaya tidak bertambah.

“Banyak laporan dari lembaga independen yang mengkritisi data pemerintah masih belum mencakup data kondisi riil di lapangan. Saya kira akan lebih baik jika data dikelola secara transparan dan jujur," sarannya.

"Belum ada kata terlambat untuk segera melakukan pembenahan data Covid,” pungkasnya.

Diketahui, Satgas Covid-19 mencatat kenaikan kasus fatalitas akibat SARS-CoV-2 sebanyak 2.048 orang pada Selasa (10/8). Perinciannya, Aceh tujuh kasus, Sumatera Utara 46 kasus, Sumatera Barat 25 kasus, Riau 57 kasus, Jambi sembilan kasus, Sumatera Selatan 27 kasus, Bengkulu 11 kasus, Lampung 13 kasus, Bangka Belitung 26 kasus, Kepri 17 kasus, DKI Jakarta 40 kasus, Jawa Barat 491 kasus, Jawa Tengah 490 kasus, DIY 62 kasus, dan Jawa Timur 329 kasus.

Selanjutnya Banten 15 kasus, Bali 36 kasus, NTB empat kasus, NTT 36 kasus, Kalimantan Barat 10 kasus, Kalimantan Tengah 70 kasus, Kalimantan Selatan 26 kasus, Kalimantan Timur 79 kasus, Kalimantan Utara 24 kasus, Sulawesi Utara lima kasus, Sulawesi Tengah 30 kasus, Sulawesi Selatan 26 kasus, Sulawesi Tenggara tujuh kasus, Gorontalo 14 kasus, Sulawesi Barat empat kasus, Papua sembilan kasus, dan Papua Barat tiga kasus. Dengan demikian, akumulasi kasus meninggal Covid-19 sebanyak 110.619 orang.

img
Fathor Rasi
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan