Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikritik keras politikus PKS, Abdul Fikri Faqih lantaran telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020, tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020.
Menurutnya, perubahan postur dan rincian APBN 2020 melalui perpres tersebut merugikan sejumlah pihak yang justru sebetulnya membutuhkan dukungan lebih dari pemerintah di tengah wabah Covid-19, termasuk kelompok guru.
Pasalnya, kata Fikri, imbas dari perubahan postur anggaran, otomatis berdampak pada pemangkasan anggaran sektor pendidikan, tak terkecuali tunjungan guru yang juga ikut terpotong.
“Di saat sulit pandemi wabah Covid 19, nafkah guru malah dipotong-potong. Tunjangan guru malah dipotong hingga triliunan rupiah,” kata Fikri lewat keterangan tertulisnya, Selasa (14/4).
Berdasarkan lampiran Perpres Nomor 54 Tahun 2020, Fikri mencatat setidaknya ada tiga komponen pemotongan tunjangan guru, yakni: Tunjangan profesi guru PNS daerah, semula Rp53,8 triliun menjadi Rp50,8 triliun, tambahan penghasilan guru PNS daerah yang semula Rp698,3 triliun menjadi Rp454,2 triliun, dan tunjangan khusus guru PNS daerah di daerah khusus yang semula Rp2,06 triliun menjadi Rp1,98 triliun. Jika ditotal, pemotongan mencapai Rp3,3 Triliun.
Pemotongan anggaran juga diterapkan untuk banyak komponen Bantuan Operasional Pendidikan (BOS). Dikatakan Wakil Ketua Komisi X DPR ini, dana BOS yang semula Rp54,3 triliun menjadi Rp53,4 triliun.
Kemudian, Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) PAUD juga mengalami pemotongan dari Rp4,475 triliun menjadi Rp4,014 trilium.
"BOP Pendidikan Kesetaraan dari Rp1,477 triliun menjadi Rp1,195 triliun. Sementara itu, pemotongan pada BOP Museum dan Taman Budaya adalah sebesar Rp5,668 miliyar dari semula Rp141,7 miliar menjadi Rp136,032 miliar," urainya.
Padahal, tegas Fikri, guru salah satu dari banyak pihak yang wajib diperhatikan. Terlebih di tengah musibah yang memiliki dampak besar bagi ekonomi masyarakat.
Bagi Fikri, pemotongan anggaran harus lebih tepat sasaran. Jika memang harus dipotong, Fikri menyarankan agar anggaran belanja modal yang berupa pembangunan fisik dan anggaran kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan orang saja.
Dalam kondisi seperti ini, lanjut dia, anggaran infrastruktur fisik, anggaran belanja perjalanan dinas, anggaran bimtek, rapat-rapat ASN, merupakan prioritas untuk dipotong.
“Anggaran untuk bantuan seharusnya diperbesar, seperti anggaran untuk Program Indonesia Pintar (PIP) dan biaya pendidikan seperti KIP Kuliah,” pungkasnya.
Diketahui, Presiden Jokowi telah melakukan pengurangan anggaran terhadap sejumlah kementerian dan lembaga demi penanganan pandemi Covid-19, termasuk di dalamnya KPK, kepolisian, Kejaksaan Agung, hingga Mahkamah Agung.
Dalam Peraturan Presiden RI Nomor 54 tahun 2020 mengenai Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2020 pasal 1 ayat 1 menyebutkan:
"Untuk melaksanakan kebijakan dan langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan dilakukan perubahan terhadap Postur dan Rincian APBN Tahun Anggaran 2020."
Pasal 1 ayat 3 dan ayat 4 Perpres itu disebutkan bahwa anggaran pendapatan negara diperkirakan sebesar Rp1.760 triliun sedangkan anggaran belanja negara diperkirakan sebesar Rp2.613 triliun.