close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Politikus PKS Ahmad Heryawan beserta istri./pks.id
icon caption
Politikus PKS Ahmad Heryawan beserta istri./pks.id
Politik
Sabtu, 03 Agustus 2019 23:30

PKS optimistis tidak akan sendiri menjadi oposisi

Partai apa saja yang akan merapat kepada pemerintah dan yang berada di luar hanya bisa dijawab oleh Calon Presiden terpilih Jokowi.
swipe

Politisi Ahmad Heryawan membantah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akan menjadi satu-satunya dalam kelompok oposisi pemerintahan periode kedua Presiden Joko Widodo, karena semuanya baru akan terungkap saat pelantikan pada Oktober 2019.

"Disebut sendiri kalau sudah keliatan. Pak Jokowi dilantik, kemudian membentuk kabinet, baru kelihatan kan siapa yang masuk kader-kadernya, siapa yang tidak. Kalau sekarang situasi masih terus dinamis, ya kita tunggu saja," ujar mantan Gubernur Jawa Barat itu, dalam diskusi politik di Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu.

Politikus yang akrab disapa Aher itu menyebutkan, partai apa saja yang akan merapat kepada pemerintah dan yang berada di luar hanya bisa dijawab oleh Calon Presiden terpilih Jokowi.

"Kalau kita melihat siapa yang masuk pemerintahan dan luar pemerintahan, saya kira waktu yang menentukan saat Pak Presiden sudah mengumumkan kabinet barunya," katanya pula.

Sebelumnya, Aher juga mengusulkan bahwa rekonsiliasi politik seharusnya tidak dilakukan hanya antara dua partai, tapi bersama-sama dengan seluruh partai untuk menunjukkan kerukunan kepada masyarakat.

Jokowi sebagai Presiden terpilih bisa melakukan pertemuan dengan seluruh partai peserta pemilu untuk mengukuhkan statusnya sebagai presiden terpilih dalam kontes demokrasi.

"Bagus kalau masing-masing berpidato, Pak Jokowi memberikan pidato pembukaan, kemudian ketua-ketua partai pidato masing-masing. Setelah itu, ada kalimat akhir, pidato penutup yang menggambarkan Pak Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia terpilih sampai 2024, mengajak bersama, menghilangkan berbagai peristiwa yang terjadi selama proses demokrasi untuk dihilangkan, ditiadakan," katanya lagi.

Sementara Pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menyebutkan sejumlah kerugian yang dialami Prabowo jika bergabung dengan koalisi Pemerintahan Presiden Joko Widodo.

"Bukan berarti penggabungan keduanya tidak memiliki kelemahan, utamanya di Prabowo," katanya, saat dikonfirmasi Antara, di Jakarta, Sabtu, menanggapi wacana peta koalisi yang terus berkembang.

Kerugian pertama, sebagian konstituen yang memiliki militansi kuat dengan Prabowo dan memilihnya di Pilpres 2019 akan kecewa dengan sikap yang diambil bergabung di pemerintahan.

Kedua, keberhasilan yang dicapai dalam pemerintahan lima tahun ke depan bjsa dikatakan sebagai kesuksesan pemerintahan Joko Widodo meski ada juga peran Prabowo.

"Prabowo kan sebagai supporting, bukan variabel utama. Jadi, apapun keberhasilan lima tahun ke depan, dikatakan sebagai keberhasilan pemerintahan Jokowi," kata Direktur Eksekutif Emrus Corner itu.

Apabila mau berhitung secara strategis secara politik, Prabowo dan Gerindra lebih baik tetap berada di oposisi, tetapi kalaupun Prabowo mau bergabung di pemerintahan lebih bagus.

Untuk kepentingan bangsa dan negara, sangat bagus untuk menyatukan kedua energi itu dalam membangun Indonesia lima tahun ke depan.

"Saya sendiri melihat Prabowo lebih mengedepankan kepentingan bangsa dan negara," kata Emrus.

Banyak kalangan yang tidak melihat potensi itu sehingga seolah-olah mengharuskan Prabowo tetap berada di seberang, yakni oposan.

"Makanya, untuk kabinet yang akan datang, saya mendorong kabinet gotong-royong. Mari maju bersama-sama, tidak perlu membicangkan perbedaan-perbedaan itu," katanya. (Ant)

img
Hermansah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Berita Terkait

Bagikan :
×
cari
bagikan