Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu menilai, salah satu pemicu polarisasi di Tanah Air ialah ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) yang diterapkan dalam dua kali pemilihan presiden (Pilpres) 2009 dan 2014.
Hal inilah yang menjadi alasan PKS mengajukan judicial review Pasal 222 yang berkaitan dengan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold ke Mahkamah Konstitusi (MK). Adapun sidang perdana gugatan PKS ini digelar pada Selasa (26/7).
Menurut Syaikhu, tujuan utama PKS mengajukan judicial review ialah tak lain untuk memulihkan keharmonisan bangsa dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Aturan PT 20% membuat pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dimunculkan terbatas, yakni seolah hanya dua pasangan.
Bagi dia, dengan cara PKS ini bisa membantu ikhtiar membuka peluang banyak anak bangsa yang potensial dan siap berkompetisi dalam Pilpres 2024.
"Sehingga rakyat ditawarkan banyak calon alternatif, yang tidak hanya itu-itu saja,” ujar Syaikhu dalam keterangannya, Rabu (27/7).
Sementara, kuasa hukum DPP PKS Zainudin Paru mengatakan, dalam judicial review ini, pihaknya meminta MK agar memutuskan angka PT yang proporsional di kisaran angka 7% sampai 9%. Selanjutnya, ditentukan pembentuk undang-undang yaitu DPR dan lemerintah untuk menentukan angka yang sesuai.
"Kami ingin menciptakan keseimbangan, yakni penguatan sistem presidensial dan penguatan demokrasi/kedaulatan rakyat. Adanya angka PT itu memang bertujuan untuk memperkuat sistem presidensial, agar presiden memperoleh dukungan dari parlemen," tutur Zainudin.
Menurutnya, jika PT terlalu tinggi maka akan berdampak negatif terhadap demokrasi serta kandidat yang bersaing dalam kontestasi pilpres.
"Namun, apabila dibuat terlalu tinggi, maka justru akan melemahkan demokrasi karena terbatas calon yang dimunculkan," tegasnya.
Oleh karena itu, Zainudin menekankan, permohonan PKS berbeda dengan permohonan sejenis yang sebelumnya tidak diterima dan ditolak MK. Namun, dia mengaku sependapat dengan MK bahwa angka PT merupakan open legal policy yang diserahkan kepada pembentuk undang-undang.
"Kami menilai MK perlu membuat batas bawah dan batas atas agar angka PT tersebut dapat memperkuat sistem presidensial dan penguatan demokrasi/kedaulatan rakyat," pungkasnya.