Wakil Ketua Mejelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid optimistis partainya akan tetap berada di luar pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. PKS tak akan mempersoalkan jika Partai Gerindra yang selama ini sejalan, memutuskan untuk merapat ke kubu pemerintah.
Keputusan arah politik PKS akan ditentukan dalam rapat Majelis Syuro PKS. Meski demikian, Hidayat meyakini keputusan rapat tidak akan melenceng dari jalur mereka selama ini.
"Bahkan saya (yakin) malah kemungkinan akan menguatkan keputusan yang sudah ada, di luar kabinet," ujar Hidayat di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Selasa (30/7).
Menurutnya, menjadi oposisi merupakan hal penting bagi PKS agar tak ditinggal pemilihnya. Hidayat mengatakan, mayoritas pemilih PKS menginginkan partai berlambang bulan sabit kembar tak bergabung ke dalam pemerintahan.
Hidayat mengatakan, berdiri sebagai oposisi merupakan sikap terhormat di negara demokrasi. Lagi pula, absennya PKS dalam kabinet Jokowi-Ma'ruf diyakini tak akan menjadikan negara bermasalah.
Sebaliknya, keberadaan oposisi dapat memastikan kinerja pemerintah berjalan lebih baik. Oposisi akan menjadi kontrol agar sebuah kebijakan yang diambil pemerintah benar-benar dirasakan oleh rakyat.
Hidayat kemudian mencontohkan PDI Perjuangan yang selama 10 tahun masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, konsisten menjadi pihak oposisi. Saat itu, PDI Perjuangan memainkan peran sebagai penyeimbang agar mekanisme check and balances berjalan dengan baik.
"Indonesia jaman PDIP Bu Mega (Megawati Soekarnoputri), 10 tahun berada di luar kabinet. Kemarin pun kami di luar kabinet, 2014-2019 di luar kabinet, enggak ada masalah kok, dalam artian Indonesia tak akan menjadi bermasalah ketika tak semua partai berada di dalam kaninet. Kami di luar kabinet memastikan bahwa demokrasi tetap berjalan untuk melakukan check and balances," ujarnya.
Hidayat tak mempersoalkan jika Partai Gerindra memilih jalan berbeda dari yang diambil PKS. Isu pisah jalan kedua partai ini, mencuat setelah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bertemu dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Namun Hidayat menampik hal itu. Menurutnya, tokoh elite kedua partai terus melakukan komunikasi baik secara kepartaian maupun secara personal antarkader partai.
"Hubungan PKS dan Gerindra tak ada yang merenggang. Kita baik-baik saja, komunikasi tetap lancar. Pak Prabowo juga lakukan komunikasi dengan PKS, dan PKS juga komunikasi dengan kawan kawan Pak Prabowo. Enggak ada yang merenggang, biasa-biasa saja," katanya menjelaskan.
Hidayat juga menilai kesimpulan bahwa Gerindra merapat ke pemerintah setelah pertemuan Prabowo-Megawati sebagai, kesimpulan yang terburu-buru. Hal ini lantaran setelah bertemu Megawati, Prabowo juga melakukan pertemuan dengan Rahmawati Soekarnoputri, yang memiliki pandangan politik berseberangan dari Megawati.
Dia juga menolak pertemuan Prabowo-Megawati diartikan sebagai pemicu keretakan PKS dan Gerindra. Menurut Hidayat, hal tersebut justru meniadakan substansi pertemuan tersebut, karena pertemuan itu justru dilakukan untuk menyatukan elemen bangsa pasca-Pilpres 2019.
"Saya kira itu bertentangan dengan prinsip mengapa Pak Prabowo diterima Bu Mega, kenapa Bu Mega diterima oleh Pak Prabowo. Ini dalam rangka untuk menghadirkan kebersamaan tokoh kuatnya kita sebagai bangsa. Tidak terdikotomi, tidak terjadi polarisasi. Jangan lah yang sudah rekonsiliasi, Gerindra dan PKS dipecah belah," ujarnya.