Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengkritik keras wacana narapidana kasus korupsi menjadi penyintas. Menurutnya, program tersebut sangat ironis jika melihat apa yang dilakukan pimimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lakukan terhadap pegawainya.
"Seperti nasib 75 pegawai KPK yang disingkirkan melalui TWK (tes wawasan kebangsaan). Ketika pegawai-pegawai tersebut divonis tidak bisa diperbaiki, tapi koruptor justru sebaliknya," kata Mardani dalam keterangannya kepada Alinea.id, Selasa (24/8).
Menurut Mardani, menjadikan napi kasus korupsi sebagai penyuluh justru membuat definisi kejahatan korupsi yang jelas-jelas kejahatan luar biasa menjadi dipandang biasa saja. Belum lagi serangkaian remisi kepada koruptor yang diberikan pemerintah.
"Kian suram agenda pemberantasan korupsi di negeri ini," ujarnya.
Dia juga menilai terjadi salah kaprah dalam pendekatan pendidikan antikorupsi yang dilakukan KPK saat ini. Menurutnya, tidak ada kaitannya menjadikan napi korupsi sebagai penyintas dengan upaya pencegahan tindak pidana korupsi, terutama jika dilihat dari aspek psikologis. Sebab, korupsi merupakan bentuk kejahatan sistematis dan struktural, sehingga siapa pun bisa berbuat jika sistem negara lemah.
"Program yang seakan-akan menempatkan koruptor sebagai korban, padahal mereka merupakan bagian dari kejahatan elite yang didominasi mafia politik, peradilan dan dari demokrasi yang transaksional. Siapa yang sebenarnya menjadi korban dari kejahatan korupsi?," ungkap anggota Komisi II DPR ini.
Mardani menambahkan, publik yang mestinya mendapatkan pelayanan dari negara tapi kerap tidak mendapatkannya. Seperti kasus korupsi bansos Covid-19, banyak masyarakat yang tidak bisa menerima bansos Covid-19 yang layak.
"Apakah KPK lupa nilai-nilai yang diperjuangkan selama ini? Integritas, independensi sampai transparansi dalam pemberantasan korupsi. Agenda pelibatan koruptor amat kontradiktif dengan nilai-nilai tersebut. Jangan justru memberikan panggung kepada para koruptor," pungkasnya.
Wacana narapidana kasus sebagai penyintas pertama kali diungkap Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana. Gagasan tersebut disampaikan Wawan dalam agenda penyuluhan antikorupsi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Rabu (31/3). Acara ini diikuti 25 narapidana kasus korupsi yang mendapat program asimilasi dan masa penahanannya hendak berakhir.
Menurut Wawan, narapidana korupsi mendapatkan pelajaran berharga yang dapat disebarluaskan ke masyarakat usai menjalani proses hukum. Wawan mengatakan, tujuan penyuluhan antikorupsi adalah membangun komunikasi agar narapidana tidak mengulangi perbuatan dan berperan aktif dalam pencegahan korupsi.
Program itu pun, lanjut dia, dilakukan secara berkala melalui kerja sama dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM.