close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Suasana Rapat Paripurna DPR RI soal penetapan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2020 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (22/1)/Foto Antara/Puspa Perwitasari.
icon caption
Suasana Rapat Paripurna DPR RI soal penetapan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2020 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (22/1)/Foto Antara/Puspa Perwitasari.
Politik
Kamis, 11 Juni 2020 10:49

PKS usul PT 5% cegah perpecahan masyarakat karena pemilu

Semakin banyak calon otomatis mencegah terjadinya perpecahan seperti pada Pemilu 2019.
swipe

Proses revisi Undang-Undang Pemilu telah sampai pada tahap penyampaian usul atau masukan dari fraksi-fraksi di Komisi II DPR RI. Pada titik ini, perdebatan mengenai ambang batas pemilihan presiden atau presidential threshold dan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) kembali mengemuka.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengusulkan agar persentase ambang batas pemilihan presiden dan parlemen sama, yakni menjadi 5%.

Menurut Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, dalam konteks parliamentary threshold, PKS berkomitmen pada upaya penyederhanaan partai politik dan sistem kepartaian.

"Akan tetapi hal itu harus dilakukan secara bertahap atau gradual dan tidak drastis atau terlampau tinggi. Dengan demikian secara alami bisa menumbuhkan kesadaran politik masyarakat pemilih dan partai politik sendiri," ujar Jazuli via keterangan tertulis, Kamis (11/6).

Baik masyarakat dan parpol, kata dia, nantinya tidak ada yang merasa dipasung dan dimatikan paksa hak-hak politik dan aspirasinya.

Itulah, sambung Jazuli, pentingnya penyederhanaan secara gradual. Oleh karena itu, Fraksi PKS mengusulkan parliamentaty threshold naik 1% dari pemilu yang lalu menjadi 5%.

Begitupun presidential threshold, PKS mengusulkan agar presentasenya diturunkan sama dengan parliamentary threshold, sehingga setiap partai yang lolos ke Senayan dapat mengajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.

"Argumentasinya, Fraksi PKS ingin menyajikan lebih banyak pilihan calon pemimpin nasional bagi rakyat, mereka bisa saling berkontestasi dan adu gagasan hingga terpilih yang terbaik menurut rakyat," ujar dia.

Menurut Jazuli, semakin banyak calon yang maju otomatis mencegah terjadinya keterbelahan dan perpecahan di masyarakat seperti Pemilu 2019 lalu.

Melalui desain ini PKS berharap minimal ada 3 pasangan calon dan tidak terjadi polarisasi karena hanya ada 2 pasang calon saja.

Lebih lanjut, ihwal sistem pemilu, PKS masih mengusulkan agar kontestasi pemilihan umum di Tanah Air masih berpedoman pada sistem proporsional terbuka.

Dikatakan Jazuli, kendati tidak ada sistem yang ideal, namun sistem pemilu proporsional terbuka yang selama ini berjalan lebih menjamin demokrasi dan memastikan representasi yang lebih kuat bagi rakyat.

Relasi konstituensi antara rakyat dan wakilnya dirasa lebih baik dalam sistem ini, lantaran rakyat dapat memilih langsung siapa yang layak mewakilinya dan memperjuangkan aspirasinya. Hal ini juga menjadi salah satu semangat yang diperjuangkan rakyat sejak reformasi 1998.

"Fraksi PKS menyadari negativitas sistem pemilu apapun (baik terbuka atau tertutup) adalah praktik politik uang atau jual beli suara. Maka bersama dengan pemberlakuannya perlu ditekankan sistem integritas pemilu dengan aturan politik uang yang semakin ketat, pendidikan dan kampanye antipolitik uang yang semakin kuat serta penegakan hukum yang tegas," jelasnya.

Intinya, jelas dia, Fraksi PKS ingin RUU Pemilu ke depan menghadirkan demokrasi yang naik kelas untuk menghadirkan pemimpin yang semakin berkualitas.

Sejumlah pijakan yang menjadi dasar catatan kritis PKS antara lain; pentingnya demokrasi yang semakin terlembaga, penguatan representasi atau keterwakilan, hadirnya pemimpin berkualitas, dan penguatan agenda reformasi terutama amanat anti-KKN atau politik bersih.

img
Fadli Mubarok
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan