Partai NasDem memutuskan untuk berada di luar pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) dengan tidak mengirimkan satu orang pun kader mereka untuk mengisi posisi menteri dalam kabinet mendatang. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai NasDem Hermawi Taslim berdalih partainya lebih mementingkan saran-saran NasDem diperhatikan Prabowo.
Hermawi mengatakan partainya tetap akan mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran dari luar. Apalagi, Surya Paloh sebagai Ketua Umum NasDEM telah menegaskan dukungan ke Prabowo-Gibran hingga dua kali, persisnya saat pertemuan dengan Prabowo pada 25 April 2024 dan pertengahan Agustus lalu.
"Pikiran-pikiran kami kalau diterima itu jauh lebih penting daripada kami masuk dalam kabinet. Pikiran-pikiran kami, kontribusi kami terhadap berbagai hal, itu akan jauh lebih berarti daripada secara fisik kami masuk," ucap Hermawi kepada wartawan di Jakarta, Minggu (13/10).
Pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Ali Sahab menduga keputusan NasDem di luar pemerintah karena NasDem tidak mendapat jatah menteri di kementerian strategis. Meski begitu, keputusan NasDem untuk tak bergabung secara resmi di pemerintahan Prabowo-Gibran patut diapresiasi.
“Kita memang tidak bisa memastikan apakah dengan di luar kabinet akan benar-benar menjalankan fungsi check and balances. Jika tidak menjalankan fungsi kontrol, maka akan terlihat motifnya Nasdem di luar kabinet karena apa,” katanya kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.
Rumor bakal ada jatah menteri susulan bagi NasDem menyeruak setelah Surya Paloh kembali bertemu dengan Prabowo di Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Kamis (17/10). Namun, Hermawi membantah keduanya membahas persoalan kabinet dalam pertemuan tersebut.
Lebih jauh, Ali berharap NasDem mengambil sikap sebagai oposisi pemerintahan Prabowo-Gibran. Koalisi gemuk tanpa adanya oposisi buruk bagi demokrasi dan potensial meminggirkan kepentingan publik. “Harapannya PDI-P juga di luar pemerintah, namun kayaknya ikut gabung juga,” ucapnya.
Senada, guru besar ilmu komunikasi dan lakian media dari Universitas Brawijaya, Anang Sujoko menduga Nasdem tidak jadi bergabung di pemerintahan Prabowo-Gibran lantaran pos kementerian yang mereka inginkan tak mampu dipenuhi Prabowo. Namun, NasDem "bertahan" lantaran masih ada negosiasi politik yang belum rampung.
“Untuk menempati posisi kementerian tertentu yang diinginkan oleh NasDem, tapi karena sesuatu (pos menteri yang diminta NasDem) itu sebelum adanya KIM plus. Artinya, (pos menteri) sudah terambil oleh anggota KIM,” ujarnya kepada Alinea.id.
Sikap NasDem saat ini tak jauh berbeda dengan yang ditunjukkan Partai Demokrat pada awal periode kedua pemerintahan Jokowi. Ketika itu, Demokrat memutuskan berada di luar pemerintahan tapi tak mau dilabeli sebagai partai oposisi.
"Ketika (Ketum Partai Demokrat) AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) belum menjadi menteri, Demokrat memang tidak di dalam (pemerintahan). Nasdem bisa jadi di dalam, tapi tidak di puncak,” jelas Anang.
Demokrat resmi bergabung di dalam koalisi parpol pendukung Jokowi setelah AHY diangkat jadi Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) pada Februari 2024. Di Pilpres 2024, Demokrat dan Jokowi sepaham: sama-sama mengusung Prabowo.