close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
ilustrasi. foto Pixabay
icon caption
ilustrasi. foto Pixabay
Politik
Selasa, 25 Januari 2022 11:57

Polda Sumut didesak usut dugaan perbudakan oleh eks Bupati Langkat

Komisi III meminta Polda Sumut usut tuntas penggunaan krangkeng di rumah eks Bupati Langkat.
swipe

Anggota Komisi III DPR Taufik Basari, mendorong Polda Sumatera Utara segera mengusut tuntas dugaan perbudakan terhadap para pekerja sawit oleh Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin. Menurutnya, menaruh seseorang dalam kerangkeng merampas kemerdekaan orang lain dan sebuah perlakuan tidak manusiawi.

"Perampasan kemerdekaan dengan menaruh seseorang dalam tahanan ataupun lembaga pemasyarakatan hanya dapat dilakukan oleh lembaga yang berwenang dan alasan yang berdasarkan hukum, yakni dalam rangka penegakan hukum atau pelaksanaan putusan pengadilan, sesuai aturan perundang-undangan dan harus dilaksanakan dengan standar hak asasi manusia," kata Taufik dalam keterangannya, Selasa (25/1).

Sebelumnya, Migran Care menemukan penjara pribadi belakang kediaman Bupati Langkat Terbit Perangin Angin. Terdapat 40 orang pekerja yang ditahan di dalam jeruji besi tersebut. 

Menurut temuan Migran Care, para pekerja diduga tidak mendapatkan perlakuan baik, seperti tidak mendapat makanan layak saji, tidak mendapatkan upah gaji yang sesuai, atau bahkan tidak di gaji serta perlakuan penganiayaan dan penyiksaan kepada para tahanan pekerja sawit itu. Migrant Care telah menyampaikan temuannya kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Senin (24/1) siang.

Menurut Polda Sumut, kerangkeng tersebut merupakan tempat untuk rehabilitasi pengguna narkotika yang tak berizin dan telah berlangsung selama 10 tahun. Polda Sumut menyatakan, akan menggandeng pihak Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumut dan BNNP Kabupaten Langkat dapat memperjelas persoalan tersebut.

Taufik menegaskan, Indonesia telah meratifikasi konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lainnya yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia melalui Undang-Undang Nomor 5 tahun 1998. Konvensi tersebut memberikan tanggung jawab negara untuk mencegah segala bentuk penyiksaan dan bentuk perlakuan lainnya yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia, serta melakukan penegakan hukum apabila terdapat kejadian dan bertanggung jawab untuk memberikan pemulihan bagi korban.
 
Oleh karena itu, Taufik menegaskan, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan pihak Kepolisian dan Komnas HAM. Pertama, pihak Kepolisian bersama Komnas HAM harus menelusuri bagaimana kerangkeng manusia tersebut digunakan, bagaimana kondisi kelayakan untuk ditempati manusia, adakah tindak penyiksaan atau perlakuan lainnya yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat.

Kedua, mencari siapa yang terlibat dalam penggunaan kerangkeng manusia tersebut, baik penanggung jawab utama maupun pihak-pihak yang mengetahui penggunaannya yang turut bertanggung jawab. Ketiga, menelusuri sejak kapan kerangkeng manusia tersebut digunakan, siapa saja yang pernah dikerangkeng di tempat itu, apa dampaknya bagi yang pernah berada di tempat tersebut baik secara fisik maupun psikologis.
 
"Jika ternyata hasil pengusutan ditemukan memang benar digunakan untuk menempatkan seseorang dalam kerangkeng, terlebih bila terdapat tindakan penyiksaan atau perlakuan yang tidak manusiawi, maka penegakan hukum harus dilakukan kepada semua yang bertanggung jawab dan pihak pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk memulihkan kondisi para korban," ujar politikus Partai Nasdem ini.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan