close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Utusan khusus Presiden, Miftah Maulana (kiri) berfoto  bersama Wapres Gibran Rakabuming Raka (kanan) dan selebritas Raffi Ahmad di sela-sela pembekalan kabinet di Lembah Tidar, Magelang, Jawa Tengah, akhir Oktober 2024. /Foto Instagram @gusmiftah
icon caption
Utusan khusus Presiden, Miftah Maulana (kiri) berfoto bersama Wapres Gibran Rakabuming Raka (kanan) dan selebritas Raffi Ahmad di sela-sela pembekalan kabinet di Lembah Tidar, Magelang, Jawa Tengah, akhir Oktober 2024. /Foto Instagram @gusmiftah
Politik
Minggu, 08 Desember 2024 12:16

Kontroversi Miftah dan Utusan Khusus Presiden yang "unfaedah"

Tugas pokok dan fungsi utusan khusus presiden beririsan dengan stafsus dan kewenangan kementerian terkait.
swipe

Eksistensi Utusan Khusus Presiden mulai dipertanyakan publik usai polemik "guyonan tak lucu" dari Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan Miftah Maulana. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengaku mendapatkan aspirasi dari masyarakat agar lembaga tersebut dievaluasi. 

"Masyarakat sudah meminta kepada pemerintah, tidak hanya kepada Gus Miftah, tapi juga mengimbau untuk melakukan introspeksi, evaluasi-evaluasi terhadap kinerja masing-masing pembantu presiden maupun Utusan Khusus Presiden," kata Dasco di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (5/12).

Sebelumnya, Miftah dianggap merendahkan pedagang es teh pada acara pengajian yang bertema “Magelang Bersholawat" di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Rabu (20/11). Dalam sebuah video yang viral belum lama ini, Miftah terlihat berguyon dengan kata-kata kasar. 

Selain Miftah vs pedagang es teh, video-video guyonan tak lucu Miftah lainnya juga beredar. Salah satunya ialah saat Miftah mengolok-ngolok seniman senior Yati Pesek dengan diksi "bajingan" dan "perek". Ketika itu, Miftah sepanggung dengan Yati. 

Tak lama setelah video-video itu beredar, muncul sejumlah petisi yang menuntut agar Miftah mundur dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden. Ada juga pembuat petisi yang meminta agar Utusan Khusus Presiden dibubarkan. Warganet ramai-ramai mengutuk utusan khusus tak bermanfaat alias unfaedah

Analis politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Pribadi menilai polemik Miftah harus dijadikan momentum untuk mengevaluasi Utusan Khusus Presiden. Jika perlu, jabatan Utusan Khusus ditiadakan karena tidak jelas peran dan fungsinya.

"Beberapa jabatan utusan presiden itu sudah bisa dijalankan oleh kementerian terkait sehingga kerja kementerian di kabinet bisa lebih optimal tanpa koordinasi yang rumit," kata Airlangga kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini. 

Eksistensi utusan khusus diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 76/M Tahun 2024 tentang Pengangkatan Utusan Khusus Presiden Periode Tahun 2024-2029. Para utusan khusus dilantik Prabowo di Istana Negara, Jakarta, Oktober lalu. 

Selain Miftah, ada enam utusan khusus lainnya yang diangkat Prabowo, yakni Muhamad Mardiono, Setiawan Ichlas, Raffi Farid Ahmad, Ahmad Ridha Sabana, Mari Elka Pangestu, dan Zita Anjani. Tupoksi para utusan khusus itu terkesan tumpang tindih dengan stafsus dan kewenangan kementerian terkait. 

Ahmad Ridha Sabana, misalnya, didapuk Prabowo menjabat sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Ekonomi Kreatif dan Digital. Di saat yang sama, Prabowo juga melantik Yovie Widianto sebagai Staf Khusus di Bidang Ekonomi Kreatif. Prabowo juga sudah membentuk Kementerian Ekonomi Kreatif terpisah dari Kementerian Pariwisata. 

Jika jabatan Utusan Presiden masih dibutuhkan, menurut Airlangga, perlu ada seleksi ulang. Sosok yang mengisi jabatan itu harus teruji rekam jejak, intelektualitas, dan kredibilitasnya.  

"Sehingga nanti orang yang dipilih menjadi pejabat benar-benar mencerminkan sebagai utusan presiden," kata Airlangga.

Analis politik dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Djoni Gunanto sepakat lembaga Utusan Presiden tidak diperlukan. Menurut dia, tugas dan fungsi yang diemban para utusan presiden bisa dijalankan oleh kementerian-kementerian terkait. 

Ia mencontohkan bidang kerukunan beragama dan pembinaan sarana keagamaan yang diampu oleh Miftah Maulana. Peran itu, kata Djoni, bisa dijalankan oleh Kementerian Agama (Kemenag).

"Termasuk sarpras (sarana dan prasarana) keagamaan. Bahkan, ini lebih komprehensif karena nomenklaturnya kementerian. Perihal memberikan masukan kerukunan umat beragama kepada presiden, Kemenag juga sangat pas ditambah ada MUI (Majelis Ulama Indonesia), FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) dan ormas keagamaan," kata Djoni. 

Oleh karena itu, Djoni berpandangan Utusan Khusus Presiden semestinya ditiadakan jika tupoksinya bisa dipegang kelmenterian terkait. "Kalau ada nomenklatur di bawahnya seperti kementerian atau badan saya pikir tidak perlu tinggal memaksimalkan peran dan fungsinya saja," kata Djoni.
 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan