Baru sepekan resmi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, publik langsung disajikan polemik antara pimpinan eksekutif dan legislatif Ibu Kota.
Sejak dilantik 16 Oktober lalu, Anies-Sandi tak kunjung mendapat tempat untuk menyampaikan visi-misinya dalam rapat Paripurna Istimewa yang seharusnya digelar DPRD DKI. Paripurna ini, masuk ke dalam susunan pesta acara pelantikan Anies-Sandi, setelah pasangan tersebut mendapatkan memori jabatan Gubernur dari Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat, atau pukul 19.00 WIB, pekan lalu.
Namun, agenda tersebut segera dibantah Sekretariat DPRD DKI Jakarta. Sekertaris DPRD DKI, Yuliadi memastikan bahwa Paripurna tersebut tidak pernah diagendakan. Sejak siang saat hari pelantikan Anies-Sandi pun, suasana DPRD DKI sepi. Tidak ada persiapan khusus atau karpet merah untuk menyambut Gubernur dan Wakilnya yang baru di kantor legislator Jakarta itu.
"Belum ada jadwal paripurna, harus menunggu rapat Badan Musyawarah (Bamus) dulu. Tapi kalau dilaksanakan, kita sudah siap," ujar Yuliandi.
Sementara Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi meminta Gubernur dan Wakil Gubernur DKI periode 2017-2022 langsung menjalankan tugasnya tanpa harus memikirkan Paripurna Istimewa guna menyampaikan pidato perdana.
"Saya sumbang saran agar Pak Anies dan Sandi langsung kerja, kerja, kerja dan melakukan konsolidasi di internal eksekutif," terangnya.
Pras sapaan karibnya menjelaskan, merujuk tata tertib (Tatib) DPRD DKI Nomor 1 Tahun 2014, Paripurna Istimewa untuk mendengarkan pidato politik perdana Anies-Sandi tidak wajib digelar DPRD DKI.
Kondisi yang dialami Anies-Sandi, sambung Pras, memang berbeda dengan Paripurna Istimewa yang digelar DPRD untuk menyambut Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) 2012 silam. Dimana Jokowi-Ahok dilantik langsung Menteri Dalam Negeri di Gedung DPRD DKI, ketika itu juga langsung diberi kesempatan menyampaikan pidato perdana.
"Ketika terbit Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 dengan substansi Pilkada serentak, maka pelantikan dilaksanakan langsung di Istana oleh Presiden," terangnya.
Dia mengatakan, saat Ahok dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta, juga tidak diadakan Paripurna Istimewa. "Demikian juga saat Pak Djarot dilantik dan sebagai Gubernur DKI, tidak ada Paripurna Istimewa," ungkapnya.
Terlebih, lanjut Pras, dirinya tidak melihat adanya hal mendesak untuk diadakannya paripurna tersebut. Sebab Anies dan Sandiaga sudah dilantik langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara. Bahkan Anies juga sudah menyampaikan pidato pelantikannya serta serah terima jabatan dari Plh Gubernur DKI ke Anies Baswedan.
"Jadi semua masyarakat sudah tahu bahwa saat ini Pak Anies adalah Gubernur DKI Jakarta. Jadi untuk apa lagi? Sudahlah, mari bekerja, kami juga siap untuk bekerja sama dan mengawal kinerja Pak Anies dan Pak Sandi," ungkapnya.
Eksekutif vs legislatif Ibu Kota di periode sebelumnya
Pernyataan Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi tersebut segera mendapatkan respons dari anggota dewan lainnya. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Mohamad Taufik menyebut, keputusan Pras akan mendapatkan penilaian masyarakat bahwa masih ada pihak di DPRD yang belum bisa lepas dari pemerintahan sebelumnya.
"Kalau tidak paripurna, Nanti Pandangan publik kepada DPRD kan seolah-olah belum move on, pasti orang akan berpikir itu," ujarnya.
Politikus Gerindra itu menilai sidang Paripurna Istimewa merupakan bentuk etika politik yang baik. Perkenalan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno dengan DPRD DKI bisa dimulai dari situ.
Selain itu, juga ada surat edaran dari Kementerian Dalam Negeri yang menganjurkan DPRD menggelar sidang Paripurna Istimewa untuk Gubernur dan Wagub baru. Oleh karena itu, Taufik meminta Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi untuk mematuhi surat tersebut.
Tak hanya dari Gerindra, kritik keras atas keengganan Pras menggelar Paripurna Istimewa juga datang dari Wakil Ketua DPRD DKI, Abraham Lunggana. Sosok yang akrab disapa Haji Lulung menangkap kesan politis. Bahkan, politikus PPP itu menuding Pras telah diskriminatif terhadap Gubernur dan Wakil Gubernur DKI.
"Coba kalau yang terpilih orang dia, dia bikin besar-besaran," ungkap Lulung.
Merujuk pada PP No. 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib DPRD, Lulung menyebut pemerintah daerah, eksekutif, dan legislatif, menyelenggarakan rapat bagi Gubernur, Wali Kota ataupun Bupati. Hal itu diperkuat surat edaran (SE) dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di seluruh Indonesia mulai dari 10 Mei 2017.
Dengan munculnya kontroversi Paripurna Istimewa yang tak kunjung digelar ini, menarik disimak kelanjutan hubungan Anies-Sandi dengan DPRD DKI. Terlebih hubungan kurang harmonis antara eksekutif dan legislatif di Ibu kota, pernah terjadi pada kepemimpinan Gubernur sebelumnya. Pada tahun 2014 silam, hubungan Ahok-Djarot dengan DPRD terkait kasus Uninterruptible Power Supply (UPS) berujung pada pengesahan APBD sepihak melalui Peraturan Gubernur (Pergub) pada 2015.