close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto melambaikan tangan setelah rapat kerja dengan Komisi I DPR di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Kamis (25/9/2024)./Foto Instagram @prabowo
icon caption
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto melambaikan tangan setelah rapat kerja dengan Komisi I DPR di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Kamis (25/9/2024)./Foto Instagram @prabowo
Politik
Senin, 14 Oktober 2024 06:01

Potensi masalah kabinet gemuk Prabowo-Gibran

Diperkirakan, bakal ada 46 kementerian dalam kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran mendatang.
swipe

Presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka bakal dilantik pada 20 Oktober 2024. Kabinet pada pemerintahan mendatang, diprediksi bakal “gemuk”. Menurut daftar nomenklatur yang diterima Antara, terdapat 46 kementerian di pemerintahan Prabowo-Gibran nanti. Jumlah tersebut cukup banyak, jika dibandingkan pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin, yang total ada 34 kementerian.

Dalam sebuah acara di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Rabu (9/10), Prabowo menjawab alasan terkait pembentukan kabinet gemuk di pemerintahannya. “Ya negara kita besar, bung,” ujar Prabowo.

Menurut pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, kabinet gemuk pemerintahan Prabowo-Gibran akan menguras banyak anggaran negara, yang tentuk tidak efektif. Selain itu, proses penambahan jumlah kementerian akan memakan waktu adaptasi yang cukup panjang karena perlu mengatuh perpindahan aparatur sipil negara (ASN) terlebih dahulu, lalu merancang program kerja.

“Sumber daya manusianya (juga harus) dikalkulasi, sarana dan prasarana harus dikalkulasi,” ucap Herdiansyah kepada Alinea.id, Sabtu (12/10).

Herdiansyah juga melihat, kabinet gemuk Prabowo-Gibran akan lebih dominan diisi politikus ketimbang profesional. Oleh karena itu, akan sangat terlihat corak politik daripada teknisnya.

“Semangat 46 lebih kementerian ini memang semangat bagi-bagi jabatan saja. Apalagi ditambah menteri-menteri yang afiliasi dari kepentingan partai politik,” tutur Herdiansyah.

Sementara itu, analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Bakir Ihsan menilai, kabinet gemuk hasil pemecahan kementerian punya risiko membuat ego sektoral semakin bertambah pelik. Sebab, tabiat birokrasi di Indonesia sangat sulit menghindari ego sektoral.

“Tinggal bagaimana Prabowo mampu untuk mengkoordinasikan antarkementerian yang ada,” kata Bakir, Sabtu (12/10).

Jika alasan Prabowo menambah jumlah kementerian karena wilayah Indonesia yang luas, menurut Bakir, semestinya direktorat di bawah kementerian dan lembaga yang harus ditambah. Bukan menambah kementerian.

“Sehingga bukan pada level menteri, tapi pada bagian-bagian di bawahnya. Ada deputi-deputi yang bisa ditambah, sesuai dengan kebutuhan,” ucap Bakir.

Terpisah, pakar hukum tata negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Agus Riewanto mengatakan, kabinet gemuk yang diprediksi bakal menjadi bagian pemerintahan Prabowo-Gibran ke depan sebenarnya lebih memperlihatkan peningkatan direktorat jenderal (dirjen) di level kementerian menjadi kementerian. Maka dari itu, secara bidang tidak berbeda dengan komposisi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf yang berjumlah 34 kementerian.

“Oleh Prabowo, kewenangan dirjen dia tingkatkan menjadi kementerian agar mempertanggung jawabkan langsung kepada Presiden,” kata Agus, Sabtu (12/10).

Agus yakin jumlah kementerian tidak bertambah signifikan pada kabinet Prabowo-Gibran mendatang. Hanya memang terjadi penambahan badan-badan baru. Agus menduga, justru pada badan-badan itu Prabowo akan menjalankan visi-misinya. Dia mendengar kabar, badan-badan di kabinet Prabowo-Gibran akan dipimpin figur teknokratik dari kalangan profesional.

“Karena itu, sangat teknokratik kerjanya. (Misalnya) badan-badan ini kan, seperti Badan Pangan dan Gizi itu dia isi dengan orang-orang teknokratik,” tutur Agus.

Agus juga menilai, meski terlhat gemuk, kabinet Prabowo-Gibran tidak akan terlalu lama memerlukan adaptasi untuk bisa langsung bekerja. Sebab, proses transisi dari pemerintahan Jokowi-Ma’ruf ke Prabowo-Gibran tergolong mulus.

“Ini berbeda dengan (transisi dari pemerintahan) SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) ke Jokowi, agak lama karena ada masa transisi yang alot. Butuh sekitar dua tahun untuk Jokowi bisa bekerja,” kata dia.

“Sementara dari Jokowi ke Prabowo ada hal-hal yang sudah dibicarakan oleh Jokowi. Jadi, orang-orangnya Prabowo sudah ditaruh di sana.”

Agus memperkirakan, kurang dari setahun kabinet Prabowo-Gibran sudah bsia menjalankan roda pemerintahan dan birokrasi secara perlahan. “Jelas akan lebih cepat dari saat awal Jokowi jadi presiden pada 2014,” kata Agus.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan