close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi pemungutan suara. Foto Antara
icon caption
Ilustrasi pemungutan suara. Foto Antara
Politik
Selasa, 28 Februari 2023 20:24

PPP sebut putusan MK tolak gugatan jabatan presiden tepis isu Jokowi 3 periode

MK dalam putusannya menolak gugatan masa jabatan presiden yang diajukan oleh diajukan oleh Herifuddin Daulay.
swipe

Ketua DPP PPP Achmad Baidowi menyebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan masa jabatan presiden terkait Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terhadap UUD 1945 memupus isu Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat tiga periode. Artinya, kata dia, putusan MK menegaskan bahwa jabatan presiden itu hanya dua periode.

"Ya itu kan gugatan untuk presiden menjabat tiga periode. Artinya, jabatan presiden itu hanya dua periode. Sekaligus memupus isu-isu presiden Jokowi menjabat tiga periode," kata Awiek sapaannya kepada Alinea.id, Selasa (28/2).

Menurut Awiek, putusan MK sama kedudukannya dengan undang-undang. Oleh karena itu, harus dilaksanakan. "Namanya putusan MK sama kan posisinya dengan UU, ya harus diikuti," ujarnya.

MK dalam putusannya menolak gugatan masa jabatan presiden yang diajukan oleh diajukan oleh Herifuddin Daulay yang perkaranya teregister dalam Nomor 4/PUU-XXI/2023.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata ketua majelis hakim Anwar Usman saat membacakan amar putusan di MK, Jakarta Pusat, Selasa (28/2).

Menurut Anwar, MK menilai permohonan ini tidak jauh berbeda dengan Putusan MK Nomor 117/PUU-XX/2022. Oleh karena itu, tidak atau belum memiliki alasan yang kuat untuk mengubah pendiriannya.

"Oleh karena itu, pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 117/PUU-XX/2022 mutatis mutandis berlaku menjadi pertimbangan hukum dalam putusan a quo. Artinya, norma Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU 7/2017 adalah konstitusional," ujar Anwar.

Untuk diketahui, pemohon Herifuddin Daulay merasa telah dirugikan hak konstitusionalnya akibat berlakunya norma Pasal 7 UUD 1945 mengenai adanya pembatasan pribadi jabatan Presiden hanya boleh mendaftar dan atau terpilih untuk 2 (dua) kali masa jabatan.

Pemohon menilai bahwa terdapat kesalahan dalam teks Pasal 7 UUD 1945 tentang jabatan Presiden, baik kesalahan karena penulisan teks atau kesalahan dalam memahami teks. Kesalahan secara implisit mengandung makna 'bila', yaitu terkandung makna 'kondisional bersyarat'.

Menurut pemohon, kesalahan tersebut adalah karena teks tersebut mengambang dalam pengertiannya.

Dengan makna 'kondisional bersyarat' tersebut, diperlukan peraturan tambahan untuk menguatkan maksud dari norma dimaksud, sehingga secara keseluruhan makna utuh dari Pasal 7 UUD 1945 adalah hanya diutamakan untuk ditetapkan 2 (dua) kali masa periode dan jika diinginkan, melalui pembiaran atau keputusan peradilan konstitusi, yaitu oleh Mahkamah Konstitusi.

Adapun peraturan tambahan berupa Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i pada UU Pemilu menurut Pemohon menjadi pokok dasar dari adanya pembatasan pribadi jabatan calon Presiden dan atau Wakil Presiden untuk menjabat lebih dari dua kali masa jabatan baik secara berturut-turut maupun berselang.

Pemohon berpendapat bahwa pembatasan jabatan Presiden justru lebih besar mudarat ketimbang manfaatnya sehingga norma yang mengatur pembatasan jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang hanya dua kali masa jabatan harus dihapus.

Dalam petitumnya, pemohon meminta agar Mahkamah mengabulkan permohonan untuk menyatakan Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan