close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Prabowo Subianto (kiri) bersalaman dengan eks politikus PDI-P Budiman Sudjatmiko. Foto dok. Gerindra
icon caption
Prabowo Subianto (kiri) bersalaman dengan eks politikus PDI-P Budiman Sudjatmiko. Foto dok. Gerindra
Politik
Jumat, 18 Oktober 2024 16:12

Prabowo merangkul aktivis 98 demi hapus jejak kelam HAM?

Beberapa nama mantan aktivis 1998 masuk ke dalam kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran mendatang.
swipe

Sederet nama mantan aktivis 1998 bergabung ke dalam pemerintahan Prabowo Subianto. Kelompok eksponen reformasi yang identik anti-Soeharto itu, kini sebagian pentolannya menjadi bagian “anak buah” Prabowo, di antaranya berjuang memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.

Misalnya, mantan politikus PDI-P yang punya rekam jejak mendeklarasikan Partai Rakyat Demokratik (PRD) pada 1996. Dia sempat dipenjara rezim Orde Baru karena dituding sebagai dalang peristiwa 27 Juli 1996—penyerbuan kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta.

Lalu ada Nezar Patria, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika. Pada Selasa (15/10), Nezar termasuk yang dipanggil ke kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan. Dia mengaku menerima arahan terkait bidang teknologi.

Nezar aktif dalam gerakan mahasiswa pro-demokrasi di awal 1990-an hingga 1998. Dia menjadi Sekjen Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID), yang masuk daftar hitam rezim Orde Baru. Dia termasuk dari sembilan aktivis yang diculik pada 1998, tetapi berhasil kembali.

Kemudian ada nama Agus Jabo Priyono, salah seorang pemrakarsa Partai Rakyat Adil Makmur (Prima). Agus dikenal sebagai Ketua Umum PRD pada 1996, yang anti terhadap rezim Soeharto.

Selain itu, ada nama Mugiyanto, yang merupakan salah seorang aktivis yang pernah diculik pada 13 Maret 1998. Saat itu, dia tinggal di Rusun Klender, Jakarta Timur bersama Nezar dan Aan Rusdianto. Mereka diculik beberapa orang bertubuh tegap, yang belakangan diketahui sebagai Tim Mawar.

Politikus PKB, Faisol Riza yang merupakan anggota DPR periode 2024-2029 adalah nama lainnya. Dia termasuk aktivis korban penculikan pada 1998, tetapi bisa kembali. Terakhir ada nama Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah. Saat reformasi, Fahri aktif di organisasi-organisasi mahasiswa Islam di Jakarta dan ikut membidani kelahiran Kesatan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) di Malang.

Menurut sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Rakhmat Hidayat, siasat Prabowo merangkul aktivis 1998 ke dalam kabinetnya adalah bentuk politik akomodatif untuk menghapus citra sebagai pelanggar HAM masa lalu, yang menjadi sorotan internasional. Rakhmat melihat, Prabowo bisa berkilah tidak memiliki masalah HAM karena sejumlah aktivis 1998 menjadi bagian dari pemerintahannya.

“Dia merangkul tokoh-tokoh aktivis 98, seolah-olah ingin mengatakan ke dunia internasional bahwa dia tidak ada masalah dengan aktivis 98. Dia bisa bicara nanti kalau dia didukung aktivis 98,” kata Rakhmat kepada Alinea.id, belum lama ini.

Bahkan, Rakhmat menduga, setelah berkuasa nanti, Prabowo akan merancang versi sejarah reformasi 1998, tanpa mengakui catatan hitam pelanggaran HAM. Sebab, Prabowo sudah mendapat dukungan dari beberapa aktivis 1998 yang dahulu berseberangan dengannya.

“Ini cara Prabowo untuk melegitimasi sejarah, posisi dia dalam sejarah 98. Pemutarbalikan sejarah akan terjadi,” ujar Rakhmat.

“Hal ini untuk memperbaiki citra dirinya, yang bermasalah dengan sejarah masa lalu yang kelam.”

Rakhmat mengatakan, siasat politik Prabowo sangat mungkin juga dilakukan untuk melemahkan gerakan masyarakat sipil, yang sejak lama menuntut keras impunitas dan mengadili pelanggar HAM. Bisa jadi pula, kata Rakhmat, Prabowo yang memberikan jatah kekuasaan kepada pentolan aktivis 98 malah bakal membuat gerakan masyarakat sipil semakin solid.

“Karena mendapatkan momentum eksposur. Gejala ini semakin mengkonsolidasikan eksposur ke publik dan akan mengundang respons yang semakin masif dari kelompok sipil yang lain untuk lebih mengangkat kembali isu HAM,” tutur dia.

Senada, analis politik dari Universitas Jember Muhammad Iqbal menduga, motif Prabowo menggaet pentolan aktivis 1998 ke dalam pemerintahannya sebagai upaya mendapat legitimasi untuk menghapus rekam jejak pelanggaran HAM.

“Motif utama Prabowo itu sejalan dengan motifnya tak henti berjuang meraih kursi kekuasaan presiden,” kata Iqbal, Kamis (17/10).

Iqbal menilai, dengan merangkul aktivis 1998 ke dalam kabinet, maka upaya penghapusan jejak hitam pelanggaran HAM semakin terbuka. “Salah satu instrumen pelembagaan penghapusan rekam jejak hitam HAM,” ujar Iqbal.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan