Maria Catarina Sumarsih, ibu dari Benardinus Realino Norma Irawan alias Wawan, mahasiswa Universitas Atma Jaya yang menjadi korban tragedi Semanggi I, turut bersuara terkait pemilihan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan pada Kabinet Indonesia Maju.
Wanita yang biasa disapa Sumarsih itu mengaku tak heran dengan keputusan bekas Wali Kota Solo itu mengangkat seterunya semasa Pilpres, Prabowo Subianto sebagai Menhan. Hal tersebut, kata dia, sudah diprediksinya jauh-jauh hari.
Itu terlihat ketika Presiden Jokowi menjabat sebagai kepala negara pada periode pertamanya dengan menaruh Wiranto di posisi penting, yakni sebagai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan.
Selanjutnya, di periode kedua giliran Prabowo Subianto yang menjabt Menteri Pertahanan. Artinya, bekas Gubernur DKI Jakarta itu dianggap kerap melindungi terduga pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Kini gilirannya Pak Jokowi sebagai pemenang Pemilu 2019 melindungi Pak Prabowo," kata Sumarsih dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (24/10).
Dengan situsi demikian, Sumarsih berpendapat sikap Jokowi sudah semakin jauh dari sila kedua pada Pancasila untuk mewujudkan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Lebih lanjut, dia mengatakan, bahwa kasus pelanggaran HAM berat masa lalu memang acap kali dijadikan komoditas politik. Pasalnya, pada setiap perhelatan pilpres, kasus pelanggaran HAM selalu disuarakan. Namun, hanya demi meraup suara masyarakat.
“Ketika menjadi presiden, mereka umumnya lupa, baik pada zamannya Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), maupun pada zamannya Pak Jokowi," ujar dia.
Dia pun bersama Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK), melayangkan tiga tuntutan atas pengangkatan Ketua Umum Partai Gerindra itu sebagai Menteri Pertahanan. Pertama, mencabut surat pengangkatan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan.
Kedua, menugasi Menko Polhukam, Mahfud MD untuk menindaklanjuti tujuh instruksi presiden pada saat pengumuman menteri, khususnya di bidang penegakan hukum dan HAM yang ditugaskan kepada Menko Polhukam.
Ketiga, menugasi Jaksa Agung untuk segera menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, yaitu tragedi Semanggi I dan Semanggi II, Kerusuhan Mei 1998. Kemudian penculikan atau penghilangan orang secara paksa, kasus Talangsari Lampung, Tanjuk Priok dan Tragedi 1965.