Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, menyinggung soal program makan siang dan susu gratis yang diusungnya bersama Prabowo Subianto dalam debat kandidat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Jakarta, Jumat (22/12) malam. Sekalipun tidak berhubungan, ia mencoba mengait-kaitkan pembahasan tentang infrastruktur sosial dengan janji politik tersebut.
Untuk diketahui, infrastruktur sosial adalah bagian dari infrastruktur dan biasanya mencakup aset yang mengakomodasi layanan sosial. Misalnya, fasilitas pendidikan (sekolah), kesehatan (puskesmas atau rumah sakit), pusat kebudayaan (gedung pertunjukan), dan sarana olahraga.
"Mungkin Prof. Mahfud dan Gus Muhaimin kurang paham dengan apa yang sudah saya paparkan. Saya tadi juga bicara infrastruktur sosial, stunting itu lo, Pak," katanya.
"Saya perjelas lagi, kita punya program makan siang gratis, [tetapi] banyak yang nyinyir. Tapi, sekali lagi, program makan siang gratis ini investasi menuju Indonesia Emas," sambung putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu.
Gibran menerangkan, butuh anggaran sekitar Rp400 trliun untuk menjalankan program siang makan gratis, yang menyasar 82,9 juta anak sekolah, santri, dan ibu hamil. Selain untuk perbaikan gizi, ia sesumbar, program tersebut juga dapat menggerekan perekonomian.
"Program makan siang gratis [senilai] Rp400 T ini adalah stimulan untuk ibu-ibu, warteg-warteg, warung-warung, katering-katering yang ada di daerah-daerah. Bayangkan Rp400 T mengucur ke daerah-daerah, semua ibu-ibu ikut memasak makan siang untuk anak-anak kita," tuturnya.
"Itu, Pak, yang saya maksud dengan infrastruktur sosial: program makan siang gratis [sebagai] investasi ke depan untuk menuju Indonesia Emas," imbuh Wali Kota Surakarta (Solo) ini.
Dalam kesempatan berbeda, Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran sempat menyinggung sumber anggaran program makan siang gratis. Mulanya, berasal dari pengalihan dana-dana APBN pada beberapa sektor, seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial; lalu dikoreksi menjadi dari sumber pendanaan baru hingga beberapa pos tanpa mengotak-atik alokasi untuk bantuan sosial (bansos).
Menurut anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Drajat Wibowo, setidaknya ada 4 sumber pendanaan baru untuk membiayai program makan siang gratis. Pertama, merevisi aturan yang dapat menambah pendapatan negara hingga ratusan triliun. Namun, ia tidak menjelaskan regulasi tersebut dengan kilah masih rahasia.
Kedua, dari kasus yang sudah berkekuatan hukum tetap dengan potensi penerimaan Rp90 triliun. Kedua, merombak aturan perpajakan, salah satunya pajak pertambahan nilai (PPN). Terakhir, digitalisasi sektor ekstraktif.
Program realistis?
Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho, menilai, masuk akal atau tidaknya program makan siang gratis tergantung dari ketersediaan anggaran. "Sekarang political will-nya saja dan kekuatan mengubah anggarannya," ujarnya kepada Alinea.id.
Ia menyarankan dilakukan proyek percontohan (pilot project) sebelum program makan siang gratis dieksekusi sehingga tidak membebani anggaran negara. Jika berhasil, program bisa diduplikasi atau diperluas pelaksanaannya.
Apabila langsung diimplementasikan, dikhawatirkan mengambil alokasi anggaran yang ada (refocusing) sehingga nilainya berkurang. Andry khawatir pos esensial, khususnya pendidikan dan kesehatan, akan dikorbankan demi pelaksanaan program makan siang gratis.
"Tapi, saya dengar juga kabarnya TKN akan mencari sumber-sumber baru di luar anggaran yang ada sekarang. Tinggal nanti disampaikan mana yang bisa didapat dari sumber pendanaan baru tersebut," katanya.
Sementara itu, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Akbar Susamto, menganggap ratusan triliun demi program makan siang gratis tidak masuk akal. "Dari sisi fiskal, program ini tidak realistis," jelasnya kepada Alinea.id.
Dicontohkannya dengan RAPBN 2024 sebesar Rp3.325 triliun, di mana Rp496 triliun di antaranya untuk perlindungan sosial. Jika program makan siang dilaksanakan, maka anggaran belanja yang lainnya bakal dialihkan sehingga menyusut.
Kedua, program makan siang gratis dinilai bersifat memberikan ikan daripada kail. Ia mengakui program ini bermanfaat, tetapi lebih baik jika pendekatannya diubah.
Ketiga, program makan siang gratis rentan dikorupsi lantaran bakal melalui proses lelang sehingga bisa ada aksi "rekanan titipan" dari pihak tertentu, sebagaimana kasus yang menjerat Bachtiar Chamsah dan Juliari Batubara, keduanya terjerat kasus suap karena pengadaan bansos. Padahal, negara sudah memitigasi potensi penyimpangan dengan memberikan bantuan langsung ke rekening masing-masing penerima.