Keputusan Mahkamah Agung yang membolehkan koruptor mencalonkan diri sebagai anggota legislatif membuat kecewa Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PSI Raja Juli Antoni kecewa atas putusan MA yang menerima gugatan terhadap Peraturan KPU Nomor 20 tahun 2018. Sehingga, mantan narapidana korupsi bisa mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif.
"Saya menerima keputusan hukum ini dengan kecewa, gerah dan jengkel, Bagaimana rumah keadilan memberikan keputusan yang terasa tidak adil bagi rakyat," jelas Antoni melalui pesan singkat, Jumat (14/9).
Kendati demikian, dia berharap agar masyarakat dapat memilih dan memilah partai politik dan Caleg yang antikorupsi. Sebab, MA telah membuat keputusan tersebut akan dilaksanakan.
Dia menilai, masyarakat harus cerdas untuk melihat terhadap Parpol yang tidak menempatkan satu orangpun Caleg mantan napi korupsi dalam daftar calon tetap (DCT) yang diusungnya.
Terpisah, Sekjen Perindo Ahmad Rofiq, menilai keputusan MA bisa menjadi pelajaran penting bagi masyarakat. Sebab, sudah banyak energi yang terkuras untuk menyesuaikan aturan-aturan Pemilu tersebut.
"Saya menghargai keberanian dan kemauan keras KPU agar membuat mantan napi koruptor tidak maju sebagai Caleg," katanya.
Menurut dia, biar bagaimanapun, demokrasi di Indonesia ke depan harus semakin berkualitas dengan menyodorkan anggota legislatif yang bersih dari korupsi.
"Tapi, sayangnya Parpol masih banyak yang ngotot mantan koruptor masih bisa nyaleg," sebutnya.
Ke depan, sambungnya, semangat KPU ini harus terimplementasi dalam Undang-undang Parpol dan Pemilu agar tidak ada yang saling melemahkan untuk membuat Indonesia bersih dari korupsi.
Sementara itu, untuk keputusan MA, Rofiq menyebut dikembalikan kepada hati nurani partai masing-masing.
"Hukum harus ditegakkan, tapi moral politik juga harus dijadikan pegangan," tegasnya.
Sebagai informasi, sejak awal PSI paling konsisten tidak memasukkan mantan narapidana korupsi baik pada tingkat DPR atau DPRD.