close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ruang Rapat Paripurna DPD RI, Jakarta Pusat, pada Oktober 2019. Google Maps/Fairuzul Mumtaz
icon caption
Ruang Rapat Paripurna DPD RI, Jakarta Pusat, pada Oktober 2019. Google Maps/Fairuzul Mumtaz
Politik
Jumat, 01 Oktober 2021 15:43

PUSaKO nilai DPD belum bekerja maksimal

Banyak momentum yang tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh DPD, seperti dalam pembahasan UU Cipta Kerja.
swipe

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dinilai gagal memanfaatkan ruang yang diciptakan agar tugas pokok dan fungsinya (tupoksinya) bekerja maksimal sekalipun hanya fokus tentang daerah saja. Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO), Feri Amsari, tak mengetahui pasti apa penyebabnya.

“Entah karena kondisi politik, entah karena gagal merancang bangun apa yang harus dilakukan, entah juga memang karena bangunan konstitusi,” ucapnya dalam webinar, Jumat (1/10).

Dicontohkannya dengan minimnya senator yang ke lapangan ketika ada daerah yang diterjang bencana. Mereka umumnya ke tempat kejadian perkara (TKP) beberapa waktu setelahnya.

Karenanya, DPD disarankan mengeluarkan daya politik legislasi yang baru agar mampu menjadi pembeda dengan DPR. Misalnya, mengerjakan sesuatu yang tidak ditangani perpanjangan tangan anggota partai politik (parpol) di legislatif.

Feri mencontohkannya dengan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Baginya, DPD mestinya secara tegas menolak regulasi sapu jagat (omnibus law) itu dengan alasan menarik kewenangan daerah ke pusat.

Dicontohkannya pula dengan ketika DPD mengusulkan sebuah rencana undang-undang (RUU), maka para sentor harus membuka forum khusus tentang itu. Kemudian, menerima aspirasi-aspirasi yang disampaikan di dalamnya sehingga masyarakat akan beranggapan DPD lebih menonjol dibandingkan dengan DPR.

Lebih jauh, Feri memaparkan, DPD memiliki dua fungsi yang dapat dijalankan. Kewenangannya tercantum dalam Pasal 22D ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Dasar (UUD) NRI 1945.

Di dalamnya disebutkan, DPD berhak mengajukan usulan dan ikut membahas sesuatu hal. "Kalau dia sudah mengajukan usulan, pasti dia sudah ada di tiga tahapan, ya, pengusulan, perencanaan, dan pembahasan (pembentukan UU)," jelasnya.

“Di dalam Pasal 22D itu, kategori untuk ikut membahas, mengusulkan hanya untuk otonomi undang-undang yang terkait, berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukkan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah,” imbuhnya.

Namun, akademisi Universitas Andalas (Unand) ini mengingatkan, peran DPD hanya sebatas memberikan pertimbangan jika usulan atau inisiatif tersebut diajukan DPR ataupun pemerintah.

img
Natasya
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan