Politikus Partai Amanat Nasional (PAN), Guspardi Gaus, menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang menteri tidak harus mengundurkan diri ketika mencalonkan diri sebagai presiden berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Anggota Komisi II DPR menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai menteri yang tidak harus mengundurkan diri ketika mencalonkan sebagai presiden pada pemilihan umum (pemilu), berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
"Keputusan MK itu sudah inkrah yang sifatnya final dan mengikat, jadi kita tentu tidak perlu memperdebatkannya dan harus dihormati bersama. Namun begitu, kita perlu mempertanyakan dasar-dasar dari keputusan yang diambil oleh Mahkamah Konsitusi," ujarnya, Senin (7/11).
Menurut anggota Komisi II DPR ini, putusan tersebut akan berdampak luas, seperti terganggungnya kerja pemerintahan, potensi penyalahgunaan kewenangan, dan penggunaan fasilitas negara. Hal-hal tersebut bakal disorot publik.
"Presiden menyadari apabila menteri tidak mundur, kinerja di pemerintahan bisa terpengaruh dan akan berpotensi terganggu," katanya. "Itu tentu membuat dilema Presiden."
Guspardi menjelaskan, menteri bertugas membantu presiden menjalankan tugas konstitusionalnya. Ini sesuai mandat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Baginya, tidak ada jaminan seorang menteri tetap fokus bekerja dan tak menggunakan fasilitas negara jika tidak mundur dari jabatannya saat menjadi calon presiden (capres).
"Menteri akan lebih fokus pada pemenangan di pilpres (pemilihan presiden). Berbeda dengan kepala daerah yang tidak harus mundur ketika maju mencalonkan diri kembali, wilayahnya kecil. Sedangkan pemilu presiden berskala nasional. Bayangkan ada 34 provinsi dan 500 lebih kabupaten/kota, medannya luas. Banyak konsekuensi dari sisi apa pun," tuturnya.
Guspardi pun meminta menteri yang menjadi capres sebaiknya bersikap ksatria dengan mundur dari kabinet. "Agar lebih etis secara etika politik dan lebih fair serta tidak menimbulkan spekulasi negatif."
Dia juga berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersikap arif dan bijaksana dalam menyikapi ini. Misalnya, menonaktifkan atau mencopot menterinya yang maju pada 2024.