Para wakil menteri (wamen) yang merangkap jabatan sebagai pimpinan badan usaha milik negara (BUMN) dan lembaga negara lainnya diminta mundur. Direktur Pusat Studi Konstitusi, Demokrasi dan Masyarakat (SIDEKA) Fakultas Syariah UIN Samarinda, Suwardi Sagama mengatakan rangkap jabatan para wamen jelas melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 80/PUU-XXII/2019.
"Segala pihak yang diikat harus patuh terhadap hukum yang sudah ditetapkan. Jika dilarang rangkap jabatan, maka semua pihak menjalankan, termasuk presiden dan menteri untuk menempatkan struktur di bawahnya supaya tidak rangkap jabatan," kata Suwardi kepada Alinea.id, Kamis (13/3).
Dalam putusannya, MK menegaskan larangan bagi wamen merangkap jabatan sebagai komisaris dan/atau dewan pengawas BUMN. Putusan tersebut juga menegaskan status wakil menteri sebagai pejabat sebagaimana halnya status yang diberikan kepada menteri.
Rangkap jabatan wamen juga dilarang di dalam UU No 1/2025 tentang BUMN dan UU No 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Pasal 17 huruf a UU No 25/2009 menegaskan pelaksana pelayanan publik dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha, utamanya bagi pelaksana dari lingkungan instansi pemerintah, BUMN, dan BUMD.
"Wamen yang rangkap jabatan memperlihatkan kinerja pemerintah yang tidak profesional mengelola kementerian. Presiden harus tegas menempatkan satu orang pada satu tempat. Apalagi sudah ada putusan MK yang sudah membatasi," kata Suwardi.
Dari total 56 wamen di Kabinet Merah Putih, setidaknya ada 6 wamen yang memiliki jabatan ganda, semisal Wamen BUMN Kartika Wirjoatmodjo yang juga menjabat sebagai Komisaris PT BRI (Persero) Tbk dan Wakil Menteri BUMN Aminuddin Ma’ruf yang merangkap Komisaris PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Wamen BUMN Dony Oskaria bahkan punya dua jabatan lain yang tak kalah bergengsi. Selain sebagai Wakil Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), saat ini Dony juga menjabat sebagai Chief Operating Officer (COO) Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara.
Suwardi berharap Presiden Prabowo Subianto tak membiarkan rangkap jabatan para wamen terus berlangsung. Selain jelas melanggar aturan, ia khawatir rangkap kinerja wamen yang rangkap jabatan juga tidak akan maksimal.
"Putusan MK yang diberikan terkait rangkap jabatan merupakan bagian dari membatalkan aturan yang bertentangan dengan konstitusi. Jika masih terjadi seperti yang dilarang atau bertentangan sama konstitusi, artinya menjalankan tugas dan fungsi dengan melanggar hukum," kata Suwardi.
Guru besar hukum tata negara dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Muhammad Fauzan menilai putusan MK Nomor 80/PUU-XXII/2019 sudah sangat jelas melarang rangkap jabatan para wamen. Tidak ada ruang untuk tawar-menawar.
"Sudah jelas putusan MK No. 80/PUU-XXII/2019. Mestinya para wamen gentleman dan mundur (dari jabatan lainnya)," kata Fauzan kepada Alinea.id.
Rangkap jabatan para wamen sebelumnya dipersoalkan Direktur Eksekutif Indonesia Law and Democracy Studies (ILDES) Juhaidy Rizaldy Rorington lewat permohonan uji materi Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Permohonan tersebut sudah diregister oleh MK, Selasa (11/3) lalu.
Dalam permohonannya, Juhaidy meminta agar isi pasal 23 UU Kementerian Negara "diselaraskan" dengan isi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 80/PUU-XXII/2019. Juhaidy meminta agar frasa ”Menteri” dalam pasal dilengkapi dengan "Wakil Menteri”.