close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan menghadiri pengundian nomor urut Pilgub Jabar di Gedung KPU Jabar, Bandung, 28 September 2024. /Foto Instagram @erwansetiawan54
icon caption
Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan menghadiri pengundian nomor urut Pilgub Jabar di Gedung KPU Jabar, Bandung, 28 September 2024. /Foto Instagram @erwansetiawan54
Politik
Senin, 24 Maret 2025 17:00

"Reality show" Dedi Mulyadi cs: Pencitraan atau karena kecintaan?

Dedi Mulyadi dan sejumlah kepala daerah kian aktif memamerkan kegiatan blusukan via media sosial masing-masing.
swipe

Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi kembali viral di media sosial. Teranyar, Dedi tertangkap kamera menitikkan air mata saat meratapi rusaknya alam di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. Jawa Barat, Kamis (6/3). 

Ketika itu, Dedi sedang menggelar inspeksi ke sejumlah kawasan wisata di Puncak. Salah satunya Eiger Adventure Land di area Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Pada satu momen, Dedi terlihat tercengang saat menyaksikan sebuah jembatan gantung "membelah" hutan di Eiger Adventure Land. 

Tak lama setelah itu, Dedi terlihat kuyu. Air mata pun membasahi pipi politikus Partai Gedindra itu. Cuplikan video detik-detik Dedi menitikkan air mata beredar di beragam media sosial, mulai dari TikTok hingga Youtube. 

"Karena bagi orang Sunda dan orang Jawa, gunung itu sesuatu yang sakral. Gunung itu sesuatu yang dihormati... Ketika gunung itu, orang dengan seenaknya, demi kepentingan komersial membelah hutannya, hanya untuk kesenangan-kesenangan dan duit, saya nangis," kata Dedi kepada wartawan di Kantor Wali Kota Bekasi, Jabar, sehari setelah inspeksi itu. 

Itu bukan kali pertama aksi Dedi sebagai pejabat publik viral di media sosial. Di akun Youtube @KANGDEDIMULYADICHANNEL, keseharian Dedi sebagai pejabat publik--bahkan sejak era Bupati Purwakarta--diminati netizen. 

Dirilis sejak 2017, akun itu kini punya lebih dari 6 juta pelanggan dan telah merilis sekitar 4.000 video. Sejumlah video bahkan ditonton lebih dari sepuluh juta orang. Mayoritas video berisi kegiatan inspeksi mendadak Dedi saat jadi Bupati Purwakarta dan Gubernur Jawa Barat. 

Meski audience reach-nya tak seluas Dedi, pamer aksi blusukan via medsos juga rutin dilakukan kepala daerah dan wakil kepala daerah lainnya. Salah satunya ialah Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji. Setelah dilantik, Armuji rajin mengunggah kegiatan blusukan di akun Instagram miliknya @cakji1. 

Pada salah satu video yang diunggah beberapa hari lalu, Armuji terlihat melaporkan keberadaan tumpukan sampah yang menyumbat salah satu saluran di dekat Danau Unesa, Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri, Surabaya. Sebelumnya, air danau itu meluber dan menyebabkan banjir. 

"Tampak sampah sterofoam dari para pembeli UMKM di sekitar sana yang mungkin dengan sengaja dibuang ke selokan. Ayo rek tolong dibantu gae njogo kebersihan, ben ngga banjir rek," tulis Armuji dalam caption video itu. 

Hal serupa juga dilakukan oleh Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti via akun Instagram @agustinawilujengp. Selama beberapa pekan terakhir, di antara kegiatan seremonial lainnya, Agustina rutin mengungah video safari ramadan yang ia lakoni di sejumlah titik di Semarang. 

Direktur Eksekutif Citra Institute, Yusak Farchan menilai ada kemiripan dalam aksi blusukan Dedi dan kawan-kawan dengan gaya kepemimpinanJoko Widodo (Jokowi), baik semasa jadi Gubernur DKI Jakarta atau saat jadi Presiden RI. 

Menurut dia, aksi blusukan--baik dalam bentuk pencitraan atau tidak--masih ampuh memikat publik. Namun, bukan berarti apa yang ditampilkan Dedi dan kepala daerah lainnya di media sosial bisa dijadikan patokan dalam mengukur kinerja mereka. 

"Pencitraan itu tidak membuktikan jika suatu kepala daerah sukses. Suatu kepala daerah sukses jika program yang dia janjikan saat kampanye terlaksana. Jadi, jangan mudah tertipu dengan pencitraan kepala daerah," kata Yusak kepada Alinea.id, Jumat (21/3).

Di era media sosial, menurut Yusak, citra seorang pejabat publik bisa dengan mudah dipoles hingga sedemikian rupa sehingga seolah-seolah sang pejabat sudah bekerja siang dan malam demi rakyatnya. Ia tak memungkiri kemungkinan "isi" video yang ditampilkan juga dirancang berbasis skenario yang disepakati sang kepala daerah sebelumnya. 

"Jadi, kerjanya paling beberapa menit. Tetapi, dibuat video potongan-potongan di media sosial seolah-seolah sudah bekerja keras. Padahal, (kepala daerah) datang ke masyarakatnya mungkin cuma sebentar," kata Yusak. 

Di lain sisi, Yusak memandang pencitraan yang dilakukan kepala daerah populis juga bisa menjadi siasat pemerintah pusat untuk meredam kekecewaan publik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah pusat. "Pencitraan kesuksesan pemerintah di tingkah lokal," imbuhnya. 

Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Rakhmat Hidayat sepakat Dedi cs meniru blusukan yang dulu rutin dipamerkan Jokowi saat jadi penguasa. Ia meminta publik tak menelan mentah-mentah informasi yang disajikan sepihak oleh para kepala daerah di media sosial.

"Jadi, kepala daerah ini butuh pencitraan agar tetap terlihat merakyat. Padahal, mungkin dalam kinerjanya di bidang lain buruk. Jadi, semisal Dedi Mulyadi marah saat melihat ahli fungsi lahan Puncak. Tetapi, kita tidak tahu nanti seperti apa tindak lanjutnya," kata Rakhmat kepada Alinea.id. 

Lebih jauh, Rakhmat khawatir drama yang ditampilkan Dedi dan kawan-kawan di media sosial bikin publik salah kaprah. Berkat viralnya aksi-aksi blusukan mereka, masyarakat bisa saja menganggap kepala daerah yang terbaik adalah mereka yang merakyat. 

"Karena bagi mereka, yang penting, populis saja. Padahal, bisa saja (pemimpin daerah itu) banyak kasusnya. Itu mereka kehilangan otentisitasnya," kata Rakhmat. 

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro menilai pamer aksi blusukan Dedi dan kawan-kawan bermuatan politik. Lewat media sosial, para kepala daerah sedang menunjukkan kehadiran di tengah-tengah masyarakat. 

Rekaman-rekaman video itu, kata Agung, bakal sangat berguna jelang pemilu. Rekam jejak para kepala daerah di media sosial bisa dipersepsikan sebagai bukti-bukti valid bahwa mereka sudah bekerja keras selama menjabat. 

"Apalagi, kegiatan itu di-posting dan disebar ke berbagai platform media, baik media cetak, media online, media sosial dan bahkan diliput televisi. Sehingga ini memudahkan mereka untuk bertarung kembali di periode nanti. Jadi blusukan ini sudah semacam keniscayaan," kata Agung kepada Alinea.id. 
 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan