Perang saudara dan redup trah Rais di PAN
Konflik internal di tubuh Partai Amanat Nasional (PAN) memasuki babak baru. Setelah Amien Rais tersingkir dari kursi Ketua Dewan Kehormatan PAN, kini giliran Hanafi Rais yang memutuskan hengkang dari partai berlambang matahari putih itu.
Lewat sebuah surat bertanggal 5 Mei 2020, putra sulung Amien itu menyatakan mundur dari posisinya sebagai Ketua Fraksi PAN di DPR dan dari kepengurusan PAN. Dalam surat itu, ia juga menyinggung sikap politik PAN yang cenderung lembek terhadap pemerintah.
"Kecenderungan melakukan konformitas terhadap kekuasaan, sekalipun didahului dengan kritik-kritik, bukan sikap yang adil di saat banyak kader dan simpatisan menaruh harapan PAN menjadi antitesis dari pemegang kekuasaan," tulis Hanafi di surat itu.
Tak hanya memperburuk konflik di internal PAN, kemunduran Hanafi juga mengungkap perang saudara di keluarga Amien Rais. Dalam siaran pers yang diterima Alinea.id, adik Hanafi, Mumtaz Rais mengkritik keras keputusan sang kakak.
Mumtaz menyebut Hanafi terbawa perasaan alias baper karena kekalahan jagoan sang ayah dalam pemilihan Ketum PAN di Kongres V PAN di Kendari, Sulawesi Tenggara, Februari lalu. Sikap itu, kata Mumtaz, juga ditunjukkan oleh kedua adik perempuannya.
"Kedewasaan dalam berpolitik tidak ditunjukkan oleh saudaraku Hanafi Rais. Saya juga ingin menggarisbawahi bahwa sikap baper politik yang dipertontonkan oleh Hanafi Rais serta adik-adiknya, yakni Hanum Rais dan Tasniem Rais, tidak akan berpengaruh sama sekali kepada saya," kata Mumtaz.
Di kongres PAN, Amien--yang pada kongres sebelumnya mendukung Zulkifli Hasan--mengusung Mulfachri Harahap sebagai calon ketum. Sayangnya, jagoan Amien kalah cukup telak. Dalam pemilihan ketum, Zulkifli mengantongi 331 suara dari 562 suara sah. Mulfachri hanya meraup 225 suara.
Dalam hajatan politik lima tahunan PAN itu, Mumtaz berdiri di barisan pendukung Zulkifli Hasan. Pascakongres, menurut Mumtaz, bara konflik di tubuh keluarga Amien tak juga padam.
"Memang jalan yang diambil sudah berbeda sejak insiden Pandean, yakni kejadian pengusiran serta penganiayaan kepada saya pada Februari 2020 disebabkan karena perbedaan pilihan politik di kongres," kata menantu Zulkifli tersebut.
Pecah kongsi antara Amien dan Zulkifli berlanjut ke penyusunan kepengurusan. Maret lalu, Amien didepak dari kursi Ketua Dewan Kehormatan PAN, posisi yang selama bertahun-tahun selalu ia duduki. Posisi itu kini diserahkan kepada Soetrisno Bachir.
Berlabuh ke PAN Reformasi?
Manuver Zulkifli itu dijawab loyalis Amien dengan wacana pembentukan PAN Reformasi. Rencana itu telah mendapatkan restu dari Amien dan terus dimatangkan. Jika tidak ada aral melintang, partai anyar itu diklaim bakal dideklarasikan pada akhir tahun ini.
"Sekarang sudah 70%. Kami lagi merumuskan nama. Soalnya namanya belum tentu PAN Reformasi. Target kami, pada Desember 2020, sudah bisa lengkap semua dan bisa kami launching ke publik," ujar loyalis Amien, Muhammad Asri Anas, kepada Alinea.id di Jakarta, Sabtu (9/5).
Menurut Anas, sekitar 40-60% kader partai anyar itu bakal berasal dari kalangan politikus PAN. Sisanya berasal dari kalangan aktivis dan pengusaha. "Saya yakin Hanafi sebentar lagi juga akan bergabung ke partai kami," ujar eks Ketua DPW PAN Sulawesi Barat itu.
Lebih jauh, Anas menyebut wajar jika Mumtaz berkukuh bertahan di PAN. Menurut dia, Mumtaz hanya cari aman. "Mumtaz itu enggak jelas ideologinya. Mumtaz dapat posisi di PAN pun, menurut saya, karena dia jadi anak mantunya Zulkifli Hasan," ujar Anas.
Jika dibandingkan dengan Hanafi dan sang ayah, menurut Anas, Mumtaz juga tak punya pengaruh kuat di PAN. "Secara kecakapan politik pun Mumtaz kalah jauh dengan Hanafi. Hanafi bisa diajak berdialektika. Hanafi memiliki kapasitas sebagai politikus dibandingkan dengan Mumtaz," kata dia.
Terpisah, Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi menyebut Hanafi belum resmi mengundurkan diri dari keanggotaan partai. Menurut Viva, isi surat Hanafi hanya mengungkapkan keinginan putra sulung Amien itu untuk keluar dari kepengurusan dan melepaskan kursi Ketua Fraksi PAN di DPR.
"Tapi, Hanafi Rais tidak mundur sebagai anggota PAN. Jadi, Mas Hanafi adalah tetap sebagai anggota dan kader PAN," jelas Viva kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.
Ihwal rencana loyalis Amien mendirikan PAN Reformasi, Viva mengaku tak khawatir. Ia meyakini Amien tak bakal berani melepaskan begitu saja investasi politiknya selama ini di PAN. Ia bahkan menyebut wacana itu bakal meredup dengan sendirinya.
"Apalagi, untuk partai-partai baru itu sulit untuk dapat lolos parliamentary threshold yang lebih dari 4%. Kondisi seperti ini bagi pengurus dan kader PAN tentu akan menjadi pertimbangan utama dalam menentukan pilihan politiknya," ucapnya.
Viva pun optimistis kader-kader PAN tidak akan hengkang ke PAN Reformasi jika partai itu jadi dibentuk. Berkaca pada perhelatan pemilu satu dekade lalu, ia menyebut partai sempalan PAN tidak bakal laku.
"Pengurus dan kader PAN adalah manusia rasional dan cerdas dan telah teruji untuk menentukan pilihan politiknya. Di Pemilu 2009, ada Partai Matahari Bangsa (PMB) yang diprediksi akan menggerogoti PAN. Namun, ternyata prediksi itu salah. PMB tidak lolos parliamentary threshold 2,5%," kata dia.
Kecelakaan sejarah
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menilai, PAN Reformasi bakal sepi peminat. Menurut dia, kader-kader elite PAN pun--khususnya yang kini jadi anggota DPR--tidak bakalan mudah dipengaruhi untuk pindah gerbong.
"Kalau mereka petahana di DPR atau dia kepala daerah, tentu mereka enggak mau ambil resiko dengan melepaskan jabatannya. Jadi, kemungkinan loyalis yang menyeberang itu bukan dari anggota DPR," jelas Arya.
Dari segi pengaruh, menurut Arya, Amien Rais dan Hanafi sudah tak lagi dominan seperti dulu sejalan dengan regenerasi elite di PAN. Bukti paling gamblang ialah kalahnya jagoan kubu Amien di Kongres V PAN di Kendari, beberapa waktu lalu.
"Perubahan itu ditandai dengan munculnya elite-elite baru yang rata-rata berasal dari kelompok usaha atau yang memiliki dana dan punya pengaruh di tingkat lokal. Elite baru ini jumlahnya cukup banyak. Nah, itu juga mempengaruhi menurunnya pengaruh Amien," tutur dia.
Selain kemunculan elite baru, meredupnya dominasi Amien dan trahnya juga dipengaruhi konsolidasi ulang elite PAN. Dua mantan Ketum PAN Hatta Rajasa dan Soetrisno Bachir misalnya, kini berada di kubu Zulkifli. Padahal, mereka sempat "mesra" dengan Amien.
Begitu pula politikus PAN Asman Abnur yang sempat menduduki kursi MenPAN dan RB pada era Kabinet Indonesia Kerja. "Mereka dalam banyak hal punya sikap yang berbeda dengan Amien. Itu juga mempengaruhi penurunan pengaruh Amien Rais," ucapnya.
Amien, kata Arya, juga bakal kesulitan membesarkan partai barunya jika menyasar segmen pemilih dari kalangan Muhammadiyah sebagaimana yang dilakukan PAN.
"Konflik ini berbeda dengan yang terjadi di PKS dengan Gelora. Di Gelora, elite-elite yang pindah adalah kader kunci yang masih aktif. Sedangkan Pak Amien tidak seaktif itu," tutur dia.
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor, menilai jalan Amien membentuk partai tak akan mulus bila hanya mengandalkan pamor Muhammadiyah. Pasalnya, Muhammadiyah bukan organisasi yang membangun pola patron-klien.
"Karakter Muhammadiyah itu sebetulnya tidak membentuk follower. Amien Rais yang demikian berpengaruh di PAN itu, bisa saja pada permainan politiknya, tidak semudah itu membangun partai yang otomatis bisa membawa gerbong dari PAN ke partai baru. Apa pun itu namanya," ucapnya.
Menurut Firman, Amien Rais bukan lagi "jawara" di PAN. Hengkangnya Amien dan loyalisnya dianggap tak bakal banyak memengaruhi kekuatan politik dan elektabilitas PAN. "Untuk mengatakan PAN bakal kehilangan dan kolaps, saya tidak yakin," ujar dia.
Jika PAN Reformasi benar-benar lahir, Firman menyebut, Amien dan trahnya bakal menciptakan 'kecelakaan' sejarah. "Bagaimana seorang pendiri akhirnya tersingkir bahkan keluar dari partai yang ia bangun," imbuhnya.
Karena itu, Firman menyarankan supaya Amien dan loyalis bertahan di PAN. Namun demikian, diakui dia, sikap itu bakal sulit diambil Amien. Pasalnya, PAN kini diisi elite-elite yang pernah merasa tersingkir saat Amien berkuasa.
"Ada Hatta Rajasa, Soetrisno Bachir, dan lain-lain. Masih banyak orang-orang lama di situ yang juga turut membesarkan PAN," ucapnya.