close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi politik uang. Freepik
icon caption
Ilustrasi politik uang. Freepik
Politik
Rabu, 28 Desember 2022 19:58

Rekrutmen kader parpol pragmatis karena politik uang tumbuh subur

"Jangan berharap orang-orang miskin, orang biasa menjadi caleg."
swipe

Pengamat politik Ujang Kamaruddin menilai, rekrutmen partai politik (parpol) belum menghasilkan kader yang berkualitas. Parpol cenderung pragmatis demi keuntungan elektoral.

Menurutnya, pola-pola tersebut masih akan dipraktikkan dalam menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Akibatnya, kontestasi bakal diwarnai transaksi politik uang dan menihilkan peluang munculnya kader berkualitas melalui seleksi ketat dan transparan.

"Di kita tuh semuanya tidak transparan soal rekrutmen partai politik. Parpol itu merekrut orang-orang yang punya uang, orang-orang yang punya kekuatan oligarki, politik dinasti. Itu yang dilakukan oleh parpol," tuturnya kepada Aliena.id, Rabu (28/12). 

"Jadi, rekrutmen parpol itu engggak jelas, enggak transparan, sangat pragmatis. Sehingga, kader di parpol pun kader yang semuanya kalangan elite. Kalangan yang direkrut bukan berlandaskan pada kebijakan ideologis, tapi kebijakan pragamatis," imbuhnya.

Ujang berpendapat, mengejar keuntungan elektoral merupakan langkah instan parpol. Sebab, perekrutan dilakukan serampangan dan mengutamakan figur yang kuat secara finansial dan massa sehingga calon legislatif (caleg) atau calon kepala daerah yang diusung hanya berasal dari kalangan tertentu.

"Serba pemilu yang banyak mengeluarkan uang, money politics. Maka, parpol sangat pragmatis saja dalam merekrut kader-kadernya. Cari orang yang kaya, punya kekuatan finansial. Lalu, dijadikan sebagai caleg atau jadi kepala daerah. Kan, itu yang terjadi. Jadi, jangan berharap orang-orang miskin, orang biasa menjadi caleg," urainya.

Ujang mengamati, dari sekian pemilu, baik pemilihan presiden (pilres), kepala daerah, hingga pemilihan legislatif (pileg), pertarungan selalu diwarnai adu kekuatan finansial bukan ideologis, gagasan, dan program. Dampaknya, kesempatan menang selalu berpihak kepada golongan yang kuat modal dan massa.

"Siapa yang banyak kekuatan finansial, punya tim yang bagus, ya, dia punya kesempatan untuk menang," katanya. Dampak lainnya, pemilu akan sarat kecurangan. Pangkalnya, politik uang yang terjadi kemungkinan dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM).

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan