Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan proses pembentukan Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) sebagai inkonstitusional.
Putusan MK tersebut, jelas Netty, membuktikan bahwa memang sejak awal pembahasan UU Cipta Kerja bermasalah. "Pembahasan UU Cipta Kerja cenderung dipaksakan dan dibahas secara kilat sehingga tidak transparan dan banyak menabrak aturan main dalam proses pembentukan Undang-Undang," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini dalam keterangan tertulis, Sabtu (27/11/2021).
Untuk itu, jelas Netty, PKS menolak pengesahan UU ini lantaran prosesnya yang cacat formil dan terbukti menghasilkan UU yang dapat merugikan buruh, membuka pintu tenaga kerja asing (TKA) besar-besaran. "Mengancam kedaulatan negara, liberalisasi sumber daya alam, merusak kelestarian lingkungan dan sebagainya," tambahnya.
Ia mengaku heran mengapa putusan MK menyebut UU ini tetap berlaku meski menyatakan proses pembentukan UU Cipta Kerja sebagai inkonstitusional. Netty melanjutkan, jika memang proses legislasinya buruk dan dinyatakan MK sebagai inkonstitusional, maka produk hukum yang dihasilkan juga inkonstitusional.
"Tapi ini aneh kenapa justru MK mengonfirmasi berlakunya UU Cipta Kerja ini? Jangan sampai MK terkesan sangat politis. MK merupakan lembaga pengawal konstitusi dan yang paling berhak memutuskan mana peraturan yang bertentangan dengan UUD 1945 dan mana yang tidak. Ibaratnya MK ini seperti penjaga gawang terakhir konstitusi," bebernya.
Partainya, tegas Netty, akan terus mengawal proses perubahan UU Cipta Kerja di lembaga DPR RI sampai dua tahun ke depan. "Kita di Fraksi PKS DPR RI bersama-sama masyarakat akan terus mengawal proses perubahan UU Cipta Kerja agar sesuai dengan aturan hukum. Kita juga akan awasi agar dalam waktu dua tahun kedepan tidak ada Peraturan Pelaksana lagi yang dibuat oleh pemerintah sebagaimana keputusan MK," pungkasnya.