Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan, tugas DPR dalam revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) sudah tuntas. Menurut dia, semua persoalan yang muncul karena revisi UU tersebut kini ada di tangan pemerintah.
"Kalau revisi UU KPK itu kan sudah selesai. Itu sekarang tergantung (keputusan pemerintah). Bolanya ada di tangan Presiden. Kalau kami itu sudah clear. Kan (revisi UU KPK) sudah diparipurnakan," kata politikus Partai Gerindra itu saat dihubungi Alinea.id, Senin (23/9).
Meskipun kencang ditentang publik, revisi UU KPK disahkan oleh DPR dalam rapat paripurna DPR RI, pekan lalu. Pascapengesahan, sejumlah pasal langsung dipersoalkan oleh pegiat antikorupsi dan komisioner KPK.
Salah satu pasal yang paling banyak dikritik ialah Pasal 37 tentang Dewan Pengawas. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut keberadaan Dewan Pengawas potensial menciptakan kerancuan dalam struktur organisasi KPK karena UU tidak merinci posisinya secara jelas.
Pasal lain yang bermasalah ialah Pasal 29 huruf e tentang batas usia pimpinan KPK. Disebutkan di pasal itu, batas usia minimum pimpinan KPK adalah 50 tahun. Padahal, Nurul Gufron, salah satu pimpinan KPK yang dipilih DPR, saat ini baru berusia 45 tahun. Jika Gufron tetap dilantik, Jokowi ditengarai bakal melanggar UU KPK yang baru.
Supratman menjelaskan, DPR menggunakan UU yang lama saat menyeleksi Gufron sebagai salah satu pimpinan KPK. Karena itu, Gufron bisa lolos dalam uji kepatutan dan kepantasan (fit and proper test) yang digelar Komisi III DPR.
"Di DPR RI sudah selesai fit and proper test. Sudah terpilih. Sekarang tugas yang mengangkat dan menerbitkan SK (surat keputusan) kan sama Presiden. Jadi, kita lihat saja nanti. Tunggu keputusan selanjutnya," ujar dia.
Terkait peluang pasal-pasal bermasalah kembali direvisi, Supratman mengatakan, ia tidak ingin berandai-andai. Yang jelas, lanjut dia, Baleg dan DPR telah menjalankan tugasnya dalam revisi UU KPK. "Silakan tanya dulu ke pemerintah," kata dia.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Feri Amasari mengatakan revisi UU KPK cacat prosedural sejak awal dibahas. Menurut dia, satu-satunya cara untuk menghentikan polemik yang muncul gara-gara revisi UU KPK ialah dengan membatalkannya.
"Ini sajalah yang harus dilakukan. Sebaiknya Presiden membuat Perpu berupa pencabutan revisi UU KPK dan seleksi ulang pimpinan KPK," ujar dia.