close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
ilustrasi. foto Pixabay
icon caption
ilustrasi. foto Pixabay
Politik
Selasa, 06 Desember 2022 17:29

RKUHP disahkan DPR, ini deretan pasal yang dinilai bermasalah

Pasal kolonial itu terkait penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden.
swipe

DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-11, pada Selasa (6/12). Pengesahan dilakukan di tengah masifnya penolakan dari elemen masyarakat sipil, terhadap RKUHP yang dinilai masih memuat pasal-pasal bermasalah.

Ketua  Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur membeberkan pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP per 30 November 2022.

Menurut Isnur, RKUHP kembali memuat pasal kolonial. Padahal, semangatnya berdalih untuk terlepas dari hukum Belanda yang sudah lama diterapkan di Indonesia.

Pasal kolonial itu terkait penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden. Meski deliknya berupa aduan, namun dapat mengancam kebebasan demokrasi.

"Sekarang misalnya, aparat sudah bereaksi ketika ada misalnya penghinaan kepada presiden, ada fans, ada banyak follower, kemudian karena merasa terhina, dia bergerak," ujar Isnur, Selasa (6/12).

Penghinaan terhadap presiden termuat dalam Pasal 218. Pelaku diancam hukuman tiga tahun penjara, apabila menyerang kehormatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri, menista atau memfitnah kepala negara.

Ayat 1 menyebutkan, setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Sementara itu, Pasal 218 Ayat (2) memberi pengecualian. Perbuatan yang dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri tidak termasuk kategori penyerangan kehormatan atau harkat martabat.

Selain penghinaan terhadap kepala negara, pasal yang dapat mengancam kebebasan demokrasi yakni terkait makar, yang diatur dalam Pasal 192.

"Setiap orang yang melakukan makar dengan maksud supaya sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia jatuh kepada kekuasaan asing atau untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun," tulis Pasal 192.

Pasal 193 ayat (1) mengatur setiap orang yang melakukan makar dengan maksud menggulingkan pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. Sementara itu, Pasal 193 ayat (2) menyatakan pemimpin atau pengatur makar dipidana dengan pidana penjara maksimal 15 tahun.

Selain itu, RKUHP juga mengancam warga negara yang melakukan aksi unjuk rasa tanpa adanya pemberitahuan. Hal itu tertuang dalam Pasal 256.

"Setiap Orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II," bunyi Pasal 256.

RKUHP juga mengatur terkait perzinaan, tertuang di dalam Pasal 411. Seseorang yang melakukan perbuatan zina bisa dijatuhkan sankai pidana paling lama satu tahun.

"Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II," sebagaimana tertuang dalam Pasal 411 Ayat (1).

Pasal terkait perzinaan itu hanya dapat berlaku apabila adanya aduan. Berdasarkan Pasal 411 Ayat (2) pengadu hanya bisa dilakukan oleh pihak keluarga inti, dalam hal ini suami atau istri bagi orang yang telah nikah dan orang tua atau anak bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

"Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai," tulis Pasal 411 Ayat (4).

Sementara itu, RKUHP juga mengatur terkait kumpul kebo. Hal tertuang di dalam Pasal 412. "Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II," bunyi Pasal 412 Ayat (1).

Peraturan ini juga hanya bisa dijerat apabila adanya aduan dari pihak keluarga inti. Dalam hal ini, suami atau istri bagi orang yang telah nikah dan orang tua atau anak bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan