Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merespons baik keputusan Mahkamah Agung (MA) yang tidak memperpanjang masa penahanan bekas Ketua Umum PPP, Rohamurmuziy atau Rommy. Atas putusan itu, Romy pun dinyatakan bebas.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PPP, Achmad Baidowi mengatakan, kebebasan Rommy menjadi berkah Ramadan bagi dirinya dan keluarga.
PPP memandang sudah sepatutnya Rommy bebas. "Tentu PPP menilai kalau bicara putusan PT (Pengadilan Tinggi), harusnya memang bebas. Apalagi ada perintah dari MA kepada PT, bahwa masa tahanan terdakwa sudah sama dengan vonis," kata laki-laki yang akrab disapa Awiek ini, Kamis (30/4).
Kendati KPK masih mengajukan kasasi, Awiek berharap putusan MA tetap wajib diterapkan secara konsekuwen. Adanya kasasi tidak menghilangkan hak Rommy yang telah dinyatakan dapat bebas.
Saat ditanya apakah dirinya sudah berkomunikasi dengan Rommy, anggota DPR itu mengaku belum melakukannya. Ia juga belum bisa memastikan apakah Rommy akan kembali meneruskan karir politiknya di PPP atau tidak.
"Apakah kembali masuk ke PPP, itu sepenuhnya hak politik ada di Pak Rommy. Tapi berdasarkan informasi, beliau masih fokus kasasi di MA," ujar Awiek.
Diketahui, Rommy telah resmi menghirup udara bebas pada Rabu (29/4) malam. Pembebasan ditenggarai karena Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta telah mengabulkan banding eks Ketua PPP itu.
Dalam putusan bandingnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menyunat separuh hukuman Rommy. Dengan demikian, eks Ketua PPP itu hanya dijatuhi 1 tahun pidana penjara dan denda sebesar Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Namun demikian, KPK telah melayangkan kasasi ke MA. Gugatan kasasi itu dilayangkan atas dasar tiga alasan pokok. Pertama, majelis hakim tingkat banding dianggap telah keliru dalam menerapkan hukum. Hal itu terlihat dalam pertimbangan putusan banding terkait adanya penerimaan uang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Kedua, majelis hakim tingkat banding juga telah kelitu dalam menerapkan hukum pembuktian. Hal itu terlihat tidak dipertimbangakannya keberatan penununtut umum terkait hukuman tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik dengan tidak memberikan pertimbangan hukum yang jelas terkait ditolaknya keberatan penuntut umum tersebut.
Ketiga, majelis hakim tingkat banding dianggap tidak memberikan pertimbangan yang cukup terkait penjatuhan pidana kepada terdakwa yang terlalu rendah.