close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi kejahatan siber. Foto Unsplash/ Markus Spiske
icon caption
Ilustrasi kejahatan siber. Foto Unsplash/ Markus Spiske
Politik
Rabu, 25 September 2019 18:37

RUU Keamanan Siber ancam privasi dan kebebasan berekspresi

RUU Keamanan Siber ditargetkan rampung dibahas pada 30 September.
swipe

Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto mengkritik substansi draf Rancangan Undang-Undang Ketahanan dan Keamanan Siber (RUU KKS). Menurut dia, pasal-pasal dalam RUU tersebut potensial mengancam kebebasan berekspresi dan privasi. 

"Perihal jaminan kebebasan berekspresi dan perlindungan atas privasi di ranah siber tidak ditekankan sama sekali. Tidak tertulis eksplisit," ujar Damar dalam sebuah diskusi membedah RUU KKS di Universitas Paramadina, Jakarta, Rabu (25/9).

Damar mencontohkan implikasi Pasal 11 RUU KKS. Di pasal itu, disebutkan tugas Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) adalah memitigasi risiko dan merespon adanya ancaman siber. Salah satunya terkait konten negatif.

Menurut Damar, pasal ini akan berpotensi memidanakan warga negara yang berpendapat secara legal dan sah menggunakan perangkat digital. Apalagi, konten negatif juga sudah diatur lewat Peraturan Menteri Kominfo Nomor 19 Tahun 2008.

Ancaman lain juga terdapat dalam pasal 14 ayat 2 f. Dijelaskan di pasal itu, BSSN wajib memutuskan koneksi data dari satu sistem elektronik ke sistem elektronik lain yang diduga menjadi sumber ancaman siber.

"Ini berpotensi melakukan tindakan yang semena-mena karena membiarkan penyelenggara mengambil tindakan tanpa penilaian yang menyeluruh atas ancaman siber tersebut. Setiap tindakan pemutusan hubungan koneksi data setidak-tidaknya harus terlebih dulu terbukti melanggar hukum sebagaimana yang tercantum dalam hukum pidana," jelas dia.

Ahli keamanan siber Pratama Delian Persada mengkritik pembahasan RUU yang terkesan dilakukan secara diam-diam. Padahal, keamanan siber digital merupakan tanggung jawab multiaktor sehingga substansi RUU KKS seharusnya dibahas secara mendalam dan melibatkan banyak pihak. "Jangan diam-diam," imbuh dia. 

Ia pun mempersoalkan tumpang tindih aturan dalam RUU KKS. Pada Pasal 14 misalnya, disebutkan Badan Intelijen Negara (BIN) harus melaporkan pantauan intelijen siber kepada BSSN. Padahal, dalam UU Tentang Intelijen Negara, BIN hanya boleh melapor pada Presiden.

Tak hanya itu, Pratama mengatakan, RUU KKS juga potensial menggangu kebebasan akademik. "Kalau kita belajar hacking, walaupun untuk tujuan pendidikan, bisa kena pidana kalau tidak lapor. Ini kan membatasi ilmu pengetahuan," ujar dia.

RUU KKS ini merupakan RUU inisiatif Badan Legislatif (Baleg) DPR bulan Mei 2019. Jika disahkan, maka BSSN akan memiliki kedudukan hukum lebih kuat ketimbang yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 53 Tahun 2017 dan Perubahan Peraturan Presiden Nomor 133 tahun 2017 tentang Badan Siber dan Sandi Negara.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan