close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Majelis Syuro PKS Salim Assegaf Aljufrie (keempat kiri) bersama Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid (kedua kiri), Presiden PKS Sohibul Iman (ketiga kiri) dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (keempat kanan) beserta para kader mengangk
icon caption
Ketua Majelis Syuro PKS Salim Assegaf Aljufrie (keempat kiri) bersama Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid (kedua kiri), Presiden PKS Sohibul Iman (ketiga kiri) dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (keempat kanan) beserta para kader mengangk
Politik
Selasa, 19 November 2019 07:55

RUU Perlindungan Ulama, instrumen politis baru PKS gaet pemilih Muslim

RUU tersebut terinspirasi dari kasus hukum yang menjerat Rizieq Shihab dan Ustaz Abdul Somad.
swipe

Partai Keadilan Sejahtera serius merealisasikan janji politik menolak kriminalisasi ulama dengan menginisasi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Ulama, Tokoh Agama, dan Simbol-simbol Keagamaan (RUU Perlindungan Ulama).

Selain tengah menggodok naskah akademiknya, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, PKS juga aktif melobi elite parpol penghuni Senayan untuk meloloskan RUU tersebut masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

"Ini karena janji kami. Kita akan berjuang terus untuk tuntas (merealisasikan RUU tersebut)," ujar Mardani saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, Senin (19/11) lalu.

RUU Perlindungan Ulama sebelumnya sempat diwacanakan elite-elite politik PKS pada masa kampanye Pilpres 2019. RUU itu kembali mencuat dan menjadi salah satu rekomendasi para kader dalam Rapat Koordinasi Nasional PKS di Hotel Bidakara, Jakarta, beberapa hari lalu. 

Mardani tidak menafikan ide RUU lahir berkaca pada kasus-kasus hukum yang menimpa sejumlah ulama, di antaranya pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dan ulama kondang Ustaz Abdul Somad (UAS). Menurut dia, dua kasus itu menjadi tolok ukur untuk melihat bagaimana negara memperlakukan tokoh agama.

"Awalnya memang kasus HRS (Habib Rizieq Shihab), UAS, dan lain-lain. Itu kita melihat tiba-tiba saja ada yang melaporkan. Nah, nanti kita buat. Tidak bisa ulama atau tokoh agama dilaporkan kecuali oleh gubernur atau presiden," jelas dia. 

Lebih jauh, Mardani mengatakan, PKS mendorong RUU tersebut juga berbasis kekhawatiran akan tergerusnya nilai-nilai religius oleh budaya-budaya asing yang masuk ke Indonesia. Ia mencontohkan berkembangnya budaya seks bebas, K-Pop, dan pengaruh negatif dari film-film Hollywood.   

"Padahal religiusitas itulah yang melahirkan banyak sekali kebaikan dalam hidup, misalnya tolong menolong, kerja sama, gotong royong, toleransi, dan sebagainya. Nah, nilai-nilai itu muncul dari wujudnya para ulama dan tokoh agama," kata Mardani.

Ia menegasan, perlindungan tidak eksklusif bagi ulama saja. Tokoh-tokoh agama lainnya juga bakal dilindungi oleh RUU tersebut ketika berceramah soal agama. "Semuanya akan akan mendapatkan perlindungan dalam menyiarkan nilai-nilai religius," ujarnya. 

Keberadaan regulasi semacam itu, lanjut Mardani, diharapkan bisa mengerem arus kriminalisasi terhadap para pemuka agama. "Kita akan bilang ke ulama, kita akan bilang ke negara, ayo kita temukan titik pertengahan," tutur Mardani. 

Dihubungi terpisah, Ketua Persaudaraan Alumni (PA) 212 Slamet Maarif mengatakan, pihaknya menyambut baik apa yang tengah direncanakan oleh PKS. Ia berjanji mengawal rencana tersebut hingga terealisasi. 

"Agar ke depan tidak ada lagi kriminalisasi ulama atau pun tokoh agama. Ulama atau tokoh agama perlu dilindungi untuk urusan kebaikan bangsa dan negara," kata dia.

Menurut Slamet, ada banyak ulama yang dikriminalisasi oleh negara sejak Pilgub 2017 berakhir. Belakangan, lanjut dia, para ulama juga kerap dihantui rasa takut akan dilaporkan ke polisi saat berceramah atau berdakwah.  

"Akhir-akhir ini, sejak kasus (penistaan agama oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau) Ahok, perbedaan pilihan politik mengarah kepada proses kriminalisasi ulama yang berkepanjangan," ujarnya. 

Sejumlah kader PKS mengikuti Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) PKS tahun 2019 di Jakarta, Kamis (14/11). /Antara Foto

Bahtera baru

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno membaca, rencana PKS mendorong RUU Perlindungan Ulama kental dengan nuansa politis elektoral. Menurut dia, RUU tersebut dijadikan bahtera baru untuk menggaet suara mayoritas umat Islam.

"Untuk itu, PKS merasa perlu memainkan kesempatan ini dan menambah kekuatannya. Untuk bahasa tokoh agama, bagi saya, itu hanya redaksional yang diplomatis. Secara umum PKS ingin terlihat berpihak ke ulama," kata Adi. 

Adi menduga PKS tengah melebarkan sayap untuk menggantikan peran Partai Gerindra yang kini telah berlabuh di koalisi parpol pendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. PKS, kata dia, ingin dipandang sebagai satu-satunya partai yang perduli dengan ulama.

"Ulama itu simbol umat, PKS ingin terlihat komitmen berpihak pada umat. Tapi, catatan saya, ternyata PKS masih memainkan isu agama sebagai bahan kampanye politik," tegas Adi.

Namun demikian, ia menilai rencana PKS tersebut tidak akan berjalan mulus. Pasalnya, PKS harus tetap mendapatkan dukungan dari fraksi-fraksi parpol lainnya dari parlemen. "Sementara mereka satu-satunya partai oposisi," kata Adi. 

Pada Pilpres 2019, PKS dan Gerindra sama-sama memposisikan diri sebagai parpol pembela kepentingan umat Islam dan ulama. Bahkan, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sempat menjanjikan bakal membawa pulang Rizieq dari Arab Saudi jika terpilih sebagai presiden. 

img
Fadli Mubarok
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan