Ketua Fraksi PKB di MPR RI Jazilul Fawaid menepis anggapan Rancangan Undang-Undang Pondok Pesantren dan Pendidikan Agama (RUU Pesantren) bakal memberengus kemandirian pesantren. Menurut Jazilul, RUU yang diinisiasi PKB itu dimaksudkan untuk menempatkan pesantren sejajar dengan sekolah konvesional lainnya.
"Semangat RUU Pesantren tidak sama sekali mengintervensi independensi pesantren. Tapi, justru menempatkan pesantren di tempat mulia dalam upaya pemerataan keadilan," ujar Jazilul dalam diskusi bertajuk 'Telaah Kritis RUU Pesantren' di Hotel Golde Boutique, Jakarta, Sabtu (20/7).
Menurut Jazilul, pesantren memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan bangsa bahkan sebelum era kemerdekaan Indonesia. Pesantren bahkan menjadi tempat tumbuh kembang nasionalisme yang menggelorakan perjuangan melawan penjajahan.
Namun demikian, Jazilul mengatakan, perhatian negara terhadap dunia pesantren masih minim hingga kini. "Secara historis maupun secara kualitas pendidikan, pesantren bahkan lebih unggul dari lembaga pendidikan lainnya. Tapi, secara keadilan paling terbelakang dalam setiap pembicaraan,” ujar dia.
Diharapkan, RUU Pesantren bisa dikebut dan dapat disahkan menjadi UU pada Agustus 2019. "Maka dengan RUU Pesantren sebagai start bagi lulusan pesantren untuk memiliki kesempatan yang sama dalam membangun bangsa ini," imbuhnya.
Hal senada disampaikan Kasubdit Pendidikan Pesantren Direktorat Pendidikan Diniah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama, Ainur Rofiq. Menurut Ainur, pesantren berbeda dengan lembaga pendidikan konvensional dan butuh perhatian khusus.
"Pondok pesatren itu kegiatan belajar dan pendidikannya dari subuh sampai subuh lagi. Ngaji dan dzikir abis salat subuh itu dinilai oleh kiainya. Yang ditonjolkan di pesantren itu bukan sebatas kepintaran, tapi utamanya adalah akhlak mulia," ujar dia.
Selain sebagai lembaga pendidikan, pesantren juga berfungsi sebagai lembaga dakwah dan pengabdian terhadap masayarakat. Karena itu, pesantren juga butuh pendanaan untuk riset dan penelitian yang tak sedikit.
Ainur mengatakan, RUU Pesantren nantinya bakal menjadi payung hukum untuk memberikan perlindungan, pengakuan, penguatan dan pengembangan fungsi-fungsi pesantren. "Tanpa menghilangkan tradisi unik dan keragaman model pendidikan yang sudah lama berjalan," imbuh dia.
Karena kekhasannya, Ainur menegaskan, sulit untuk mendekati persoalan-persoalan pesantren menggunakan kacamata UU Sisdiknas. Apalagi, jika akreditasi dan sertifikasi diberlakukan untuk pesantren. "Kalaupun nantinya ada, semua ala pesantren, bukan seperti yang dipahami model akreditasi dan sertifikasi di sekolah formal," jelas dia.
Lindungi tradisi
Pengurus Ansoruna Business School, Ali Subhan mengatakan, substansi UU Pesantren tidak boleh mengekang kemandirian pesantren. UU Pesantren juga diharapkan dapat melindungi tradisi pembelajaran dan atau kurikulum pesantren.
Dengan UU tersebut, pesantren diharapkan diakui negara sebagai lembaga pendidikan internasional. "Negara mengakui lulusan pesantren setara dengan lulusan perguruan tinggi," ujar Ali.
Mengingat pengembangan pesantren tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit, Ali menyarankan, agar pemerintah pusat dan daerah mengalokasikan anggaran khusus untuk pesantren, semisal 5% dari APBN atau APBD.
"Yang tak kalah penting adalah insentif. Wajib pajak badan yang berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendanaan pesantren dapat diberikan pengurangan pajak penghasilan bruto paling tinggi 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan," ujar dia.