close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menerima kunjungan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra di Jakarta, April 2023. /Foto Instagram @prabowo
icon caption
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menerima kunjungan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra di Jakarta, April 2023. /Foto Instagram @prabowo
Politik
Kamis, 31 Agustus 2023 06:16

Saat parpol gurem berburu efek ekor jas Prabowo cs

Partai-partai nonparlemen mulai mendeklarasikan dukungan terhadap para kandidat presiden di Pemilu 2024.
swipe

Ketua DPP Partai Ummat Taufik Hidayat optimistis langkah partainya mendukung Anies Baswedan sebagai bakal capres di Pemilu 2024 bakal berbuah manis. Ia meyakini elektabilitas partai besutan Amien Rais itu bakal terdongkrak oleh popularitas Anies. Ia bahkan mengklaim mayoritas konstituen Partai Ummat di akar rumput sudah setuju mengusung Anies. 

"Kami bakal mendapat efek ekor jas dari dukungan kepada Pak Anies Baswedan. Pemilih muslim merupakan sasaran kami. DPP melihat Pak Anies memiliki kompetensi dan integritas kepemimpinan yang paling baik di antara calon lainnya," ucap Taufik saat berbincang dengan Alinea.id di Jakarta, Senin (28/8).

Partai Ummat mendeklarasikan dukungan terhadap Anies dalam rapat kerja nasional di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, Februari lalu. Anies dipilih lantaran dua calon lainnya "berhalangan". Ketum Gerindra Prabowo Subianto tak hadir dalam rakernas, sedangkan eks Panglima TNI Gatot Nurmantyo memutuskan mundur dari pencalonan. 

Sebagaimana Anies yang kerap diposisikan sebagai antitesis Presiden Joko Widodo, Taufik berujar Partai Umat juga tengah membangun citra sebagai partai oposisi. Harapannya, pemilih yang anti-Jokowi dan kecewa dengan sikap Prabowo bakal berlabuh ke Partai Ummat. 

"Mereka basis pendukung Prabowo yang kecewa karena bergabung ke Pak Jokowi. Karena kami adalah Partai Ummat, maka efek elektoralnya berasal dari suara suara umat Islam yang melihat aspirasi mereka terhadap capresnya sama dengan Partai Ummat yaitu Pak Anies," ucap Taufik.

Selain mengandalkan suara pemilih muslim yang kecewa dengan Prabowo, Partai Ummat juga bakal berupaya merebut suara pemilih Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Bulan Bintang (PBB). 

"Kami mengharapkan migrasi dari basis PAN, PPP dan PBB yang kecewa karena kebijakan-kebijakan partai-partai tersebut yang lebih pro rezim Jokowi," ucap Taufik.

Perburuan efek ekor jas dari pasangan calon juga menjadi motivasi PBB mendukung Prabowo di Pilpres 2024. Berkaca dari tren elektabilitas Prabowo selama beberapa bulan terakhir, Sekjen PBB  Afriansyah Ferry Noor meyakini eks Danjen Kopassus itu punya peluang besar memenangi kontestasi elektoral. 

"Kami mendukung Prabowo karena yakin elektabilitas PBB akan naik nanti. Tentunya efek ekor jas juga akan menjadikan PBB bisa lolos (ambang batas parlemen) empat persen," ucap Ferry kepada Alinea.id, Senin (27/8).

Ferry menyadari bukan perkara gampang untuk menarik efek ekor jas elektoral Prabowo kepada PBB. Terkait itu, PBB sudah menyusun sejumlah strategi. Salah satunya ialah kolaborasi lewat kampanye bersama Gerindra dan PBB di sejumlah wilayah. 

"Kami sudah membuat komitmen dengan Prabowo bahwa Prabowo ini bagian dari PBB. Langkah dan gerakan kami tentunya selalu diikuti dan berkerja sama dengan Gerindra dan Prabowo sendiri. Saya sudah mengintruksikan kepada DPW dan DPC PBB se-Indonesia untuk berkolaborasi bersama dengan Gerindra," ucap Ferry.

Dukungan terhadap Prabowo, lanjut Ferry, sudah dipikirkan matang-matang. PBB sudah mengantisipasi potensi tergerusnya suara PBB oleh Gerindra ataupun partai Islam lain yang tergabung dalam koalisi parpol pendukung Prabowo. 

"Ceruk kami lebih kepada Islam nasionalis atau Islam keindonesiaan, sedangkan ceruk dari Gerindra itu nasionalis. Kami tentu berkompetisi dengan sesama partai Islam. Kalau dengan Gerindra, tidak. Makanya, kami mau melakukan kolaborasi di setiap daerah," jelas dia. 

Berbeda dengan Partai Ummat dan PBB, Partai Gelora justru tak berharap bakal mendapat limpahan elektoral saat mendeklarasikan dukungan terhadap Prabowo. Menurut Sekjen Gelora Mahfudz Siddiq, parpolnya mengusung Prabowo lantaran sesuai keinginan seluruh kader. 

"Keputusan ini kami ambil setelah berkomunikasi dengan Prabowo sedari 5 Maret 2023. Kami merasa dukungan ini bisa membuat mesin partai bekerja karena bulat mendukung Prabowo," ucap Mahfudz kepada Alinea.id, Senin (28/8).

Meski begitu, Mahfud optimistis Partai Gelora bisa lolos ambang batas parlemen di Pemilu 2024. Menurut dia, mesin partai di 38 provinsi juga sudah bergerak untuk kampanye bertema pemenangan Prabowo dan Partai Gelora.

"Jadi, kami mau fokus ke pertarungan pileg saja. Dukungan ke Prabowo tidak terlalu kami harap memberikan efek ekor jas," ujar eks anggota DPR RI itu.

Ketum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (tengah), bersama Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri, dan bacapres Ganjar Pranowo menyepakati kerja sama politik di Pilpres 2024. /Foto Instagram @partaiperindo

Masih gamang

Selain Partai Ummat, PBB, dan Partai Gelora, sejumlah partai nonparlemen juga telah mendeklarasikan dukungan terhadap pada kandidat di Pilpres 2024. Belum lama ini, Partai Hanura dan Partai Perindo telah medeklarasikan dukungan terhadap Ganjar Pranowo. Dalam waktu dekat, Partai Garuda juga diberitakan bakal mendeklarasikan dukungan terhadap Prabowo. 

Di luar itu, parpol-parpol anyar lainnya belum menyepakati kandidat yang bakal didukung. Salah satunya ialah Partai Buruh. Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Buruh Ilhamsyah mengatakan partainya masih berkutat dengan berbagai opsi.

"Di antaranya, kami masih menunggu gugatan penghapusan presidential threshold 20% di Mahkamah Konstitusi, mendukung salah satu kandidat terkuat, atau sama sekali tidak mendukung di pencapresan dan fokus terhadap pencalegan," ucap Ilhamsyah kepada Alinea.id, Senin (28/8).

Menurut Ilhamsyah, Partai Buruh masih menginginkan agar ambang batas pencalonan presiden sebesar 20% dihapuskan agar ada calon alternatif yang muncul di luar Ganjar, Prabowo, dan Anies. "Kita masih berupaya melalui jalur konstitusi MK," imbuhnya. 

Meski begitu, Partai Buruh tak akan sepenuhnya menunggu putusan MK. Pertengahan September mendatang, partai besutan Said Iqbal itu berencana menggelar konvensi untuk menentukan arah dukungan di Pilpres 2024. 

Ilhamsyah berujar dukungan terhadap salah satu kandidat bakal bersyarat. "Kami suara kelas pekerja ingin Undang-Undang Cipta Kerja (dibatalkan). Siapa yang berani (membatalkan) bakal kami dukung," ucap dia. 

Soal peluang Partai Buruh mendukung Anies Baswedan yang dianggap oposisi pemerintah, Ilhamsyah tak menampiknya. Ia menyebut elite-elite Partai Buruh masih menunggu kesolidan partai-partai pendukung poros koalisi Anies Baswedan yang saat ini masih bergejolak.

"Kita tidak melihat tokohnya saja atau personalnya saja, tapi juga posisi politik dari partai-partai. Sikap politik Partai Buruh terkait partai tersebut sudah disampaikan Said Iqbal. Kami tidak akan berkoalisi dengan partai politik yang mendukung omnibus law," ucap Ilhamsyah.

Segendang sepenarian, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) juga masih gamang memutuskan arah dukungan di pentas Pilpres 2024. Sekjen PKN Sri Mulyono menagatakan partainya masih menunggu paket lengkap capres-cawapres sebelum mendeklarasikan dukungan. 

"Kami masih menunggu kepastian itu. Mudah-mudahan pertengahan September kita sudah ada lampu hijau mau ke mana arahnya," ujar Mulyono saat dihubungi Alinea.id, Senin (28/8). 

Sebagai partai pendatang baru, Mulyono mengaku tak berharap mendapat efek ekor jas dari kandidat yang didukung. Ia menyadari limpahan elektabilitas dari para capres dan cawapres lazimnya hanya dinikmati oleh parpol-parpol asal capres dan cawapres tersebut. 

"Memang partai pengusunglah yang diuntungkan oleh capres dan cawapres. Jadi, PKN dalam hal ini hanya betul-betul mendukung secara visi-misi dan program. Tetapi, untuk (mendulang) suara, kita tetap berjuang sendiri," ucap Mulyono. 

Bacapres Anies Baswedan menghadiri acara 'Gerakan Bersama Anies Bersholawat' di Yayasan Ziyadatul Fadhilah, Kecamatan Tarumajaya, Bekasi, Jawa Barat, Agustus 2023. /Foto Instagram @aniesbaswedan

Bangun asosiasi dengan kandidat 

Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad membenarkan efek ekor jas lazimnya hanya dinikmati parpol-parpol asal para kandidat presiden. Parpol-parpol kecil umumnya tak mendapatkan limpahan elektoral dari kandidat.  

"Misalnya ada efek Prabowo pada elektabilitas Gerindra dan efek Ganjar pada elektabilitas PDI-Perjuangan," ucap Saidiman saat dihubungi Alinea.id, Senin (28/8).

Khusus untuk Pemilu 2024, situasi berbeda hanya dialami pada poros  koalisi parpol pengusung Anies Baswedan. Saidiman melihat efek ekor jas cenderung terbagi rata ke partai-partai pendukung. "Kemungkinan itu disebabkan karena Anies bukan kader partai mana pun," jelas dia. 

Meski begitu, bukan berarti parpol-parpol kecil tak berpeluang mendapatkan efek ekor jas dari para kandidat. Syaratnya, parpol-parpol gurem itu harus mampu membangun asosiasi yang kuat dengan figur capres yang didukung. 

"Sejauh ini, efek ekor jas itu belum terlihat karena partai-partai tersebut masih sangat minim melakukan sosialisasi yang memperlihatkan kedekatan dengan sang calon. Sosialisasi yang paling paling terlihat di lapangan masih didominasi oleh partai-partai asal sang tokoh, seperti Gerindra untuk Prabowo dan PDI-P untuk Ganjar," ucap Saidiman.

Peneliti senior Populi Center Usep Saepul Ahyar berpendapat serupa. Sebagai gambaran, ia mencontohkan limpahan elektoral yang dinikmati PKB karena mampu meloloskan Ma'ruf Amin sebagai pasangan Jokowi di Pemilu 2019. PKB dianggap dekat dengan Ma'ruf yang notabene salah satu tokoh Nahdlatul Ulama. 

Di lain sisi, Usep juga menilai wajar jika sejumlah parpol masih gamang menentukan pilihan kandidat yang bakal diusung. Pasalnya, salah pilih kandidat juga bisa berdampak pada merosotnya elektabilitas parpol. 

Terkait itu, ia mencontohkan PBB dan PPP yang melorot raihan suaranya pada Pemilu 2019 setelah memutuskan bergabung dengan koalisi parpol pendukung Jokowi-Ma'ruf. Menurut dia, elektabilitas kedua parpol itu turun lantaran banyak kontituennya yang kecewa dengan pilihan capres yang diusung. 

"Misalnya PBB. PBB itu di mata pemilih diidentikkan dengan kelompok Islam yang agak kanan. Maka, hanya ada dua, yaitu Pak Anies atau Prabowo. Ini kan saling beririsan antara kedua orang ini. Banyak juga dulu pemilih PBB itu agak marah ketika Yusril Ihza Mahendra mendukung Jokowi.Pendukung PBB itu agak kecewa," ucap Usep kepada Alinea.id, Senin (28/8).

Peluang menang, kata Usep, bukan faktor utama yang jadi penentu bagi sebuah parpol untuk mendukung kandidat. Ia mencontohkan keputusan Partai Ummat mengusung Anies meskipun elektabilitasnya jauh lebih rendah ketimbang Prabowo dan Ganjar.  

"Kalau Partai Ummat mendukung calon lain, saya kira juga akan masalah bagi Partai Ummat. Semisal kalau ke Ganjar Pranowo, mungkin akan lari pendukungnya," ucap Usep.

Selain persoalan ideologi dan kultural, menurut Usep, karakter pemilih di daerah juga penting dipertimbangkan partai bila ingin mendapat efek ekor jas. Terlebih, ideologi dan karakter pemilih di daerah tidak selalu linier.

"Makanya, banyak yang split ticket (beda pilihan). Untuk partainya, dia mendukung salah satu partai. Tetapi, dalam konteks capres, ia memilih berbeda dengan pilihan partai yang ia dukung," ucap Usep.
 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan