Aksi unjuk rasa yang dimotori para pendukung Rizieq Shihab kembali bergulir. Terkonsentrasi di area Patung Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat, Senin (4/11) lalu, massa yang mayoritas berasal dari Front Persaudaraan Islam itu menuntut pengadilan terhadap Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dan memproses hukum Fufufafa.
Rizieq tak hadir secara fisik dalam protes bertema Reuni 411 itu. Namun, lewat sebuah video, eks pemimpin Front Pembela Islam (FPI) mendeklarasikan dukungan terhadap gerakan tersebut. Orang-orang dekat Rizieq, semisal Habib Muhammad Alatas, KH Ahmad Sobri Lubis, KH Awit Masyhuri, Ustaz Slamet Ma'arif turut hadir dalam aksi unjuk rasa.
Tanpa eksplisit menyebut nama Wapres terpilih Gibran Rakabuming Raka, para orator dalam aksi unjuk rasa berulang kali menyerukan agar Presiden Prabowo Subianto memakzulkan Fufufafa. Mereka menilai Fufufafa tak layak mendampingi Prabowo.
"Menurut pakar telematika Roy Suryo, akun Kaskus Fufufafa 99,99% itu adalah milik Gibran," kata Koordinator Lapangan Reuni Aksi 411, Buya Husein, kepada wartawan.
Akun Fufufafa memicu polemik lantaran kerap mengunggah utas yang menghina Prabowo dan keluarganya. Hasil penyelidikan berjamaah oleh warganet mengindikasikan akun itu milik Gibran, putra sulung Jokowi.
Ketua Umum DPP FPI Muhammad Alatas menjanjikan aksi yang lebih besar dalam reuni aksi 212 yang rencananya digelar pada 2 Desember mendatang. Tidak tertutup kemungkinan Rizieq bakal hadir memimpin langsung aksi protes.
"Hubungi saudara-saudara kita yang di Aceh, yang di Medan, Sumatera Utara, yang di berbagai tempat, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, semua provinsi. Kita berikan informasi untuk kumpul bersama 212,” kata dia.
Gerakan 212 merujuk pada gelombang protes anti eks Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok jelang Pilgub DKI 2017. Ketika itu, Rizieq dan kawan-kawan menuntut pengadilan terhadap Ahok karena diduga menistakan agama lantaran mengutip isi surat Al Maidah dalam salah satu momen kampanye.
Guru besar ilmu adab dan humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Sukron Kamil menilai aksi protes FPI yang menuntut pengadilan Jokowi dan pemakzulan Gibran cenderung reaksioner. Selama ini, pendukung Rizieq tak bisa leluasa mengekspresikan pendapat karena represi dari rezim Jokowi.
“Gerakan ini semacam arus balik, yang mencoba mencari keadilan bagi kelompok yang merasa suaranya tak terdengar selama masa pemerintahan Jokowi,” ujar Sukron saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.
Sukron mencontohkan sejumlah momen yang mengindikasikan tindakan represif pemerintahan Jokowi terhadap kader-kader 212, mulai dari penetapan FPI sebagai organisasi terlarang, penangkapan dan pengadilan terhadap Rizieq, hingga peristiwa tewasnya enam anggota FPI dalam tragedi KM 50.
"Ketika jokowi tidak lagi berkuasa dan mumpung anaknya masih di awal berkuasa, apalagi dukungan tidak sebesar terhadap Jokowi, maka gerakan ini dianggap momentum yang pas untuk menuntut dua hal. Pertama, diadilinya Jokowi. Yang kedua, diusut atau ditindak secara hukum Fufufafa," jelas Sukron.
Meski demikian, Sukron tidak yakin gerakan itu bisa membesar. Apalagi, peserta aksi di reuni 411 kemarin tak sebanyak peserta aksi dalam protes yang rutin digelar eks pentolan gerakan 212. Di lain sisi, Sukron mengapresiasi aparat keamanan yang tidak bertindak represif terhadap peserta aksi.
"Sekarang ini oposisi tidak bisa diharapkan dari DPR karena hampir semua partai ikut di dalam kepemimpinan Prabowo. Apalagi, Prabowo cenderung ingin menjadikan rakyat hanya sebagai penonton. Maka, civil society organization menjadi penting," ujar Sukron.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komaruddin sepakat aksi reuni 411 menuntut pengadilan Jokowi dan pemakzulan Gibran cenderung reaksioner. Ia tak yakin ada elite-elite politik yang menunggangi aksi massa tersebut.
"Dulu banyak mungkin dikecewakan. Dulu ditindas, gitu ya dan mungkin dibredel di masa pemerintahan Jokowi sehingga ketika Jokowi tidak algi menjabat, kelompok itu meminta diadili. Karena ada (kasus Fufufafa) yang diduga mengarah ke Gibran, ya sudah, sekalian saja," ujar Ujang kepada Alinea.id.
Ujang tidak menutup kemungkinan aksi protes yang digelar FPI dan kawan-kawan membesar sebagaimana gerakan 212 bisa menekan rezim Jokowi dan mendorong kasus penistaan agama oleh Ahok disidangkan. Namun, masa depan gerakan itu sangat tergantung pada respons pemerintahan Prabowo.
"Kita lihat saja nanti apakah penegak hukum atau pemerintah yang baru ini bisa mengikuti aspirasi publik atau tidak. Kita tahu bahwa masalahnya kan tidak sesederhana yang kita bayangkan. Masalahnya ini terkait politik, ya, tentu dampaknya juga politik," ujar dia.